kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemeriksaan anggota DPR harus dengan izin Presiden


Rabu, 30 Oktober 2013 / 10:45 WIB
Pemeriksaan anggota DPR harus dengan izin Presiden
ILUSTRASI. Nasabah melakukan transaksi di atm kantor cabang Bank BTN Jakarta, Jumat (22/4/2022).


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Pemeriksaan anggota Dewan Perwakilan Rakyat oleh aparat penegak hukum harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden. Hal itu kembali diatur dalam Revisi Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).

Pengaturan itu tertuang dalam Pasal 220. Di ayat 1 tertulis, Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden.

RUU MD3 menghapus ayat 2 yang berbunyi Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan.

Jadi, jika RUU MD3 disahkan, pemeriksaan anggota DPR harus ada izin Presiden terlebih dulu. Tidak ada juga batasan bagi Presiden untuk memberikan persetujuan pemeriksaan anggota DPR.

Pengecualian izin Presiden untuk memeriksa anggota DPR diatur dalam ayat 3. Substansinya sama dengan UU MD3, yakni jika anggota DPR tertangkap tangan melakukan tindak pidana atau disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau tidak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Seperti diberitakan, Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan terkait pemeriksaan pejabat dalam judicial review Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

MK memutuskan penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah atau wakilnya tidak perlu persetujuan Presiden. MK juga meminta keputusan itu disesuaikan dengan UU MD3.

Sebelum adanya putusan MK, penanganan kasus yang melibatkan pejabat, khususnya terkaitindak pidana korupsi, kerap terhambat lantaran lambannya proses izin dari Presiden. Dengan adanya putusan MK itu, aparat penegak hukum bisa langsung memeriksa para pejabat dalam penyelidikan maupun penyidikan. (Sandro Gatra/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×