kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemda wajib alokasikan minimal 10% untuk kesehatan


Minggu, 26 November 2017 / 20:43 WIB
Pemda wajib alokasikan minimal 10% untuk kesehatan


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Dessy Rosalina

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana agar Pemda ikut serta dalam mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan menanggulangi defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Oleh karena itu, saat ini pemerintah tengah menyiapkan langkah-langkah untuk rencana ini.

Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Boediarso Teguh Widodo mengatakan, soal daerah mampu dan berkeberatan atau tidak terkait hal ini, menurutnya, sesuai ketentuan yang diatur dalam UU Kesehatan, pada dasarnya Pemda wajib mengalokasikan minimal 10% dari belanja APBD-nya untuk anggaran kesehatan.

“Anggaran tersebut dapat diprioritaskan untuk mendukung program JKN, sehingga dapat juga mengurangi defisit BPJS,” kata Boediarso kepada KONTAN, Minggu (26/11).

Ia mencatat, berdasarkan data APBD 2017, dari 542 daerah provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia, daerah yang telah memenuhi kewajiban minimal 10% anggaran kesehatan tersebut hanya sebanyak 177 daerah.

“Untuk itu, mengingat bahwa program JKN merupakan program strategis dan prioritas nasional, maka semua pihak, termasuk pemda harus berpartisipasi, termasuk malalui cost sharing program JKN,” jelasnya

Hal itu baik dengan cara tidak menunggak kewajiban pembayaran BPJS selaku pemberi kerja, membantu supply side melalui penggunaan dana bagi hasil (DBH) cukai hasil tembakau (CHT), maupun kontribusi langsung melalui pajak rokok.

Oleh karena itu, pihaknya tengah menyiapkan berbagai langkah guna mengatur kontribusi ini. Pertama, menyusun RPMK mengenai tata cara pemotongan transfer ke daerah atas tunggakan kewajiban selaku pemberi kerja atas pembayaran iuran jaminan kesehatan.

Kedua, menyusun RPMK di mana sebagian dari DBH CHT (50%) digunakan untuk mendukung supply side program JKN melalui perbaikan fasilitas kesehatan (utamanya di tingkat pertama), sehingga meminimalkan praktek rujukan langsung ke RS atas penyakit-penyakit yang seharusnya bisa diatasi di level pertama.

Ketiga, menggunakan pajak rokok yang dipungut dan diterima oleh seluruh daerah sebagai instrumen dukungan daerah terhadap program JKN melalui kontribusi langsung untuk mengatasi defisit BPJS.

Mengingat peraturan perundangan telah mengatur bahwa 50% pajak rokok memang harus digunakan untuk bidang kesehatan, maka akan diatur bagian dari porsi 50% pajak rokok tersebut yang akan digunakan secara langsung untuk program JKN. Instrumen ini masih membutuhkan payung hukum untuk eksekusinya.

“Saat ini sedang disiapkan Perpres tentang kontribusi daerah atas program JKN dan perubahan Permenkes mengenai detail aturan penggunaan hasil pajak rokok untuk mendukung program JKN tersebut,” ujar dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×