kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Pemajakan Underground Economy Jangan Cuma Gimmick


Kamis, 14 November 2024 / 19:09 WIB
Pemajakan Underground Economy Jangan Cuma Gimmick


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menyoroti tantangan dan potensi penerimaan pajak dari underground economy atau non-observed economy di Indonesia.

Menggunakan defisi non-observed economy dari OECD, Pengamat Pajak CITA, Fajry Akbar membagi sektor tersebut menjadi empat bagian utama, yaitu underground production, produksi ilegal, sektor informal dan produksi rumah tangga untuk penggunaan pribadi (production of household for own final use).

Dari keempat sektor tersebut, menurutnya, potensi yang paling bisa dimanfaatkan pemerintah adalah dari sektor underground production. Yakni aktivitas legal yang tidak tercatat oleh otoritas pajak lantaran upaya menghindari pajak atau regulasi.

Di sisi lain, Fajry menyebut, meskipun sektor produksi ilegal seperti perjudian online atau tambang ilegal bisa dikenakan pajak sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), pemajakan dari aktivitas tersebut tidak berkelanjutan, kecuali aktivitas ilegal tersebut dilegalkan.

"Judi online tentunya mudharatnya lebih besar dari manfaat. Tapi kalau sawit ilegal, tambang ilegal, bisa dilakukan tapi aparat penegak hukum maju lebih dahulu," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (14/11).

Baca Juga: Segini Potensi Pajak dari Kegiatan Bawah Tanah

Di samping itu, Fajry menekankan kesulitan memajaki sektor informal yang sering disebut sebagai hard to tax sector, lantaran biaya administrasinya yang lebih tinggi dibandingkan potensi penerimaannya.

Menurutnya, diperlukan terobosan dari sisi administrasi agar sektor tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber penerimaan pajak.

"Ini sulit digali (sektor informal) dan tidak dapat diandalkan. Kecuali ada terobosan dari sisi administrasi," katanya.

Fajry juga menyoroti pentingnya data pihak ketiga untuk mengoptimalkan pengumpulan pajak dari non-observed economy, seraya menyebut bahwa dibutuhkan peran Badan Intelijen Keuangan untuk mendukung Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam menggali data dari sektor ini.

"Saya harapkan demikian, jangan sampai isu pemajakan underground economy yang ramai semenjak pilpres kemarin cuma gimmick saja," imbuh Fajry.

Baca Juga: Terkait Underground Economy, Begini Penjelasan Sri Mulyani

Diberitakan KONTAN sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku telah menugaskan Wakil Menterinya, Anggito Abimanyu untuk menggali potensi penerimaan pajak dari kegiatan informal, aktivitas ilegal maupun underground economy.

Sri Mulyani mengatakan, hal tersebut sebagai arahan dari Presiden Prabowo Subianto yang memintanya untuk mengumpulkan potensi pajak dari sektor yang belum tersentuh.

"Ini yang sedang saya minta ke pak Anggito, kan memang ditambahklan dalam armada kemenkeu dengan tujuan pak Prabowo minta waktu itu sisi penerimaan banyak sekali yang dianggap belum bisa dicollect atau capture baik karena naturenya adalah ilegal, informal, underground, shadow," ujar Sri Mulyani dalam Rapat bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (13/11).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×