kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelonggaran PSBB jadi rangsangan ekonomi saat Covid-19, Chatib Basri: Efeknya sesaat


Selasa, 11 Agustus 2020 / 17:58 WIB
Pelonggaran PSBB jadi rangsangan ekonomi saat Covid-19, Chatib Basri: Efeknya sesaat
ILUSTRASI. Mantan Menteri Keuangan M Chatib Basri


Reporter: Bidara Pink | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah melonggarkan pembatasan sosial pada Juni 2020. Hal ini mendorong persepsi kalau perekonomian mulai membaik pada Juni 2020. Akan tetapi, rupanya ini hanya memberikan efek sesaat terhadap perekonomian domestik. 

Menilik riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), nampak sentimen negatif pada kondisi ekonomi nasional pada masa Covid-19 adalah yang tertinggi sejak awal reformasi. Sentimen negatif paling tinggi mencapai 92% pada 12 Mei-16 Mei 2020. 

Kemudian, sentimen negatif memang perlahan turun hingga 72% di survei akhir Juni 2020 yang merupakan bulan di mana pelonggaran pembatasan aktivitas dilakukan. Sayangnya, sentimen negatif kembali meningkat menjadi 87% di survei terakhir periode 29 Juli 2020 - 1 Agustus 2020.

Baca Juga: Fitch Rating prediksi aktivitas ekonomi Indonesia tahun ini bisa terkontraksi 2%

Melihat pergerakan tersebut, Menteri Keuangan era Presiden SBY, Chatib Basri mengatakan kalau pelonggaran aktivitas memang mendorong pembalikan ekonomi secara tajam, tetapi setelah itu efeknya mereda dan tak memperbaiki keadaan. 

"Karena selama pandemi masih belum bisa dikendalikan, protokol kesehatan harus tetap diterapkan. Selama itu pula masih ada pembatasan volume atau skala ekonomis. Jika skala ekonomis tidak terpenuhi, maka perusahaan akan merugi," ujarnya dalam cuitan di akun Twitter pribadinya @ChatibBasri.

Selain itu, Chatib juga melihat, selama pandemi belum bisa dikendalikan, maka masyarakat terutama yang kelas menengah masih akan tetap menunda konsumsi. 

Chatib merujuk pada data yang disampaikan oleh Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Data tersebut menunjukkan tabungan naik tajam sejak Februari 2020 dan kredit menurun. Penurunan kredit ini disebabkan oleh permintaan yang lemah. Kelas menengah atas menunda belanjanya mungkin karena kekhawatiran pandemi atau investasi ke aset kelas lain. Sementara kelas menengah bawah tak memiliki cukup uang dan tabungan. 

Dalam situasi terkini, Chatib melihat belanja pemerintah yang akan menjadi kunci pengungkit ekonomi. Namun, yang menjadi masalah, penyerapan belanja pemerintah ini lambat. 

Baca Juga: Ini 4 bansos baru yang diluncurkan pemerintah untuk bantu pulihkan ekonomi

Untuk itu, Chatib mengimbau agar pemerintah bisa mengarahkan stimulus kepad asektor yang penyerapannya tinggi seperti bantuan sosial (bansos) terutama Bantuan Langsung Tunai (BLT). 

"Karena itu, fokus kebijakan dalam jangka pendek adalah mengatasi wabah dan mendorong permintaan. Jika pandemi tak bisa diatasi, maka ekonomi tidak akan pulih 100%. Karena itu kebijakan harus dibuat dalam sequence dan data dependence," tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×