Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan juga volume subsidi yang berpotensi melampaui target diperkirakan akan membebani anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun ini.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata mengatakan, nilai tukar rupiah memang berpotensi akan lebih tinggi dari asumsi dalam APBN 2023 yakni sebesar Rp 14.800 per dollar AS. Sehingga melemahnya nilai tukar rupiah akan menyebabkan subsidi yang sudah dianggarkan pemerintah berpotensi jebol.
“Memang untuk (asumsi) dolarnya kemungkinan akan lebih tinggi dari Rp 14.800 yang di APBN. Nah mungkin dari situ dampaknya akan ada. Mudah-mudahan enggak terlalu besar tapi kenaikan bisa terjadi karena kenaikan kurs,” tutur Isa dalam konferensi pers APBN KITA, Rabu (25/10).
Baca Juga: Sri Mulyani: Ini Bukan Pelemahan Rupiah, Tetapi Kondisi Dolar AS yang Menguat
Untuk diketahui, nilai rupiah pada 24 Oktober 2023 tercatat Rp 15.943 (eop) atau rata-rata Rp 15.171 year to date (ydt), terdepresiasi 1,35% dibandingkan posisi pada akhir tahun 2022.
Sementara itu, Isa mengatakan meningkatnya harga minyak tidak akan terlalu mempengaruhi naiknya anggaran subsidi energi.
Dia mencatat pada September 2023 posisi Indonesian Crude Price (ICP) sebesar US$ 77,69 per barel secara ytd, dan masih lebih lebih rendah dari asumsi ICP dalam APBN yang sebesar US$ 90 per barel.
“Jadi kalau ini masih up and down masih di sekitar yang enggak terlalu tinggi, mudah-mudahan tidak loncat dari yang kita anggarkan dalam APBN kita,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, faktor volume subsidi juga akan menentukan anggaran subsidi. Volume subsidi berpotensi jebol lantaran disalurkan kepada masyarakat yang tidak tepat.
Baca Juga: Rupiah Spot Melemah 0,13% ke Rp 15.870 Per Dolar AS Pada Rabu (25/10)
“Nanti kebutuhan kompensasi dan subsidi dihitung berdasarkan realisasi perbulan yang nanti diaudit. Faktor lainnya (yang menyebabkan subsidi jebol) adalah volume, sehingga perlu dikendalikan,” imbuhnya.
Sebelumnya, Isa pernah menyampaikan, potensi terlampauinya volume subsidi energi disebabkan pola konsumsi yang belum bisa dikendalikan secara optimal sebagaimana terjadi pada tahun lalu. Dus, Isa meminta adanya pengendalian konsumsi ke otoritas terkait.
“Mengenai outlook subsidi energi dan kompensasi BBM, LPG, dan kami terus cermati hal itu. Kami terus mencermati hal tersebut karena ada potensi untuk itu (melebihi target) dan kami terus bekerja sama dengan badan usaha Pertamina dan PLN khsusunnya untuk bisa mengendalikan volume dari BBM dan listrik yang disubsidi untuk dikonsumsi,” kata Isa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News