Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Fahriyadi .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi mengubah tata laksana rehabilitasi dan reklamasi hutan. Perubahan aturan ini tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 26 tahun 2020 sebagai ganti aturan lama yakni PP No 76 Tahun 2008.
Poin penting perubahan beleid ini adalah pada kewajiban untuk melaksanakan rehabilitasi dan reklamasi hutan. Jika sebelumnya menjadi kewajiban rehabilitasi lahan dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/ kota, di aturan baru memerinci bahwa Pemerintah Daerah Provinsi hanya dibebani rehabilitasi pada lahan yang tak di kelola pihak lain.
Sedangkan lahan yang dibebani hak seperti hak pengelolaan hutan dan lahan, maka pemilik hak yang wajib melakukan rehabilitasi. Pemerintah ingin dengan beleid ini lahan kritis di kawasan hutan dapat direhabilitasi, baik oleh pemerintah maupun oleh pemilik izin dan hak pengelolaan kawasan hutan.
Nantinya pelaku usaha atau pemilik hak wajib membuat rencana dan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan yang mereka kelola. Perencanaan dibuat secara tahunan.
Yuliarto, Plt Direktur Konservasi Tanah dan Air, Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjelaskan, pemegang hak pengelolaan dan pemegang izin kawasan hutan ini wajib menyediakan dana khusus untuk rehabilitasi lahan yang rusak. Mereka wajib melaporkannya kepada pemerintah. "Pendanaan mutlak jadi tanggung jawab pemegang hak pengelolaan lahan itu," kata Yuliarto kepada KONTAN, Kamis (11/6).
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) akan menjadi pihak yang mengawasi proses rehabilitasi itu.
Saat ini lahan kritis saat ini sekitar 14 juta hektare (ha). Lahan kritis ini berada di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan. "Itu menjadi sasaran rehabilitasi hutan dan lahan yang dimandatkan PP 26 ini," ucap dia.
Yuliarto mengatakan, KLHK telah melakukan sejumlah upaya untuk melakukan pemulihan kawasan hutan. Pada 2019, kegiatan pemulihan hutan sekitar 207.000 ha.
Untuk itu pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) juga wajib merehabilitasi lahan di luar lahan konsesinya. Misalnya jika pemegang IPPKH mempunyai konsesi 1000 ha, maka pemegang izin itu harus melakukan rehabilitasi di luar kawasan konsesinya sebanyak 1000 ha juga.
Ia menyebutkan, saat ini terdapat sekitar 1.200 pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Pihaknya terus berupaya agar pemegang IPPKH melakukan penanaman kembali di lahan kritis tersebut. "Tahun ini kami targetkan pemegang IPPKH merehabilitasi sekitar 56.000 ha," ucap dia.
Bagian dari operasional
Indroyono Soesilo, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menyatakan, kewajiban rehabilitasi kawasan hutan oleh pemilik izin pengelolaan kawasan hutan sudah melekat dan tak perlu lagi diatur lebih jauh.
"Praktiknya di lapangan, kami sudah melakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh pemerintah. Kegiatan rehabilitasi menjadi bagian dari operasional kami di perusahaan kehutanan," ujar dia.
Indroyono mengatakan, rehabilitasi kawasan hutan pada areal izin pemanfaatan ,dalam mencakup pada pemilik izin pemanfaatan hutan alam, hutan tanaman, dan restorasi ekosistem.
Ia mengatakan, para pemilik izin hutan alam, rehabilitasi yang dilakukan melalui enrichment planting (pengayaan) maupun dengan teknik silvikultur intensif. Sementara di hutan tanaman, rehabilitasi dilakukan dengan penanaman areal hutan yang tidak produktif.
Untuk di restorasi ekosistem, rehabilitasi diarahkan untuk kembalikan keseimbangan ekosistem dengan penanaman atau pengayaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News