kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

PAN: Khawatir BPJS membebani anggaran negara


Kamis, 06 Februari 2014 / 15:12 WIB
PAN: Khawatir BPJS membebani anggaran negara
ILUSTRASI. Promo Watsons Weekend Special Periode 15-18 September 2022


Reporter: Adinda Ade Mustami, Yudho Winarto | Editor: Tri Adi

JAKARTA. Partai berlambang matahari yang menyokong pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini memandang jaminan sosial bagi masyarakat melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) memang sudah semestinya. Lantaran itu pula, PAN mengaku ngotot agar pelaksanaan BPJS Kesehatan bisa berjalan mulai 1 Januari silam. PAN berharap melalui BPJS, tidak ada cerita lagi warga miskin yang tidak mendapatkan perawatan kesehatan maksimal.

Untuk tahap awal ini, alokasi anggaran sebesar Rp 19,93 triliun dipakai di program ini. Meski demikian, ada beberapa catatan PAN dalam pelaksanaan BPJS ini. Wakil Ketua Umum PAN Dradjad Hari Wibowo bilang, pemerintah harus lebih jeli menyeleksi siapa saja yang benar-benar berhak mendapatkan fasilitas BPJS Kesehatan. Ia menegaskan, BPJS ini hanya bagi warga miskin, sebab pemerintah tetap harus menjaga keuangan negara.

Dradjad juga meragukan pelaksaan program BPJS Kesehatan. Ia khawatir, jika pemerintah tidak mengelola dengan baik, bakal terjadi masalah. Misalnya lonjakan permintaan dari masyarakat untuk mendapatkan fasilitas jaminan kesehatan ini. Ia mencontohkan jika ada integrasi dengan program jaminan kesehatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah atau disebut (Jamkesda) yang lebih luas cakupannya. Pada ujungnya pemerintah harus memberikan cakupan yang lebih luas lagi. Alhasil, lonjakan pasien dan anggaran pemerintah pusat akan meningkat drastis. Akibatnya, daftar tunggu di rumah sakit (RS) semakin panjang.

Kondisi ini juga bisa mengakibatkan warga yang menggunakan fasilitas Jamkesda dinomorduakan untuk mendapatkan fasilitas kesehatan yang lebih baik. Untuk itu, PAN mengingatkan agar pemerintah pusat menerapkan prinsip kepedulian yang dibarengi dengan kehati-hatian. Pan meminta pemerintah mengevaluasi lagi data warga yang jadi peserta BPJS Kesehatan, dan menyesuaikan dengan besaran anggaran maupun jenis jaminan kesehatannya. PAN khawatir justru kebijakan jaminan sosial ini bakal membebani keuangan negara, seperti yang terjadi di beberapa negara.

"Manakala universal coverage maka terjadi ledakan permintaan. Jasa kesehatan ditambah, dan premi pun naik. Ledakan tetap terjadi. Alhasil keuangan negara defisit," katanya. Karena itu, kontestan pemilu 2014 dengan nomor urut delapan ini menawarkan programnya untuk antisipasi kondisi ini. PAN menjanjikan perbaikan pelaksanaan BPJS tapi tanpa memerinci perbaikannya yang ditawarkan seperti apa.

" Idenya sama. Namun, masih perlu dicari sisi keseimbangannya, perlu kami lihat kembali," katanya. Meski khawatir defisit anggaran, Dradjad bilang, jika menang pada hajatan politik 2014 ini, PAN janji akan memastikan seluruh jaminan sosial yang menjadi hak rakyat bakal dipenuhi sesuai Undang-Undang.  Adapun  Hang Ali Saputra Syah Pahan, anggota Komisi IX Fraksi PAN justru mengkritik pemerintah dan menuding masih terjadi penyimpangan pelaksanaan BPJS Kesehatan.

"Peserta BPJS yang eks Jamkesmas masih dipungut biaya saat menebus obat. Ini seharusnya tidak terjadi," tegasnya. Di samping itu, PAN juga akan memperjuangkan peningkatan jumlah infrastruktur penunjang yang menekankan pemerataan pembangunan. Semoga janji ini bukan sebatas angin surga belaka.

Negara wajib jamin kesehatan rakyatnya

JAKARTA. Pengamat ekonomi politik dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Didin S Damanhuri menegaskan kekhawatiran Partai Amanat Nasional (PAN) atas kemungkinan ledakan jumlah permintaan terhadap layanan fasilitas jaminan sosial melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tidak relevan. Apalagi jaminan kesehatan adalah tanggung jawab negara dan pemerintah.

Kalau dalam pelaksanaan masih ada kekurangan, harus diakui dan harus diperbaiki bersama. Namun, Didin berharap, seluruh pihak harus dapat berpikir positif. "Dalam prinsip negara, kesejahteraan seluruh masyarakat harus dicover oleh pemerintah," katanya.

Sistem BPJS, hampir sama dengan sistem Jamsostek sebelumnya, di mana biaya-biaya yang dikeluarkan BPJS seharusnya tidak dianggap sebagai pengeluaran. Tapi, dijadikan modal investasi. Jika kesehatan masyarakat terjamin maka bisa membuat Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia menjadi lebih baik. Sehingga nantinya produktivitas masyarakat semakin meningkat. Pada ujungnya daya beli masyarakat pun meningkat sehingga ikut memutar roda perekonomian. Dengan begitu masyarakat bisa sejahtera.

Menurut Didin, tidak bisa juga beralasan dengan bahwa jika ada ledakan permintaan bujet BPJS Kesehatan nantinya justru mengganggu keuangan negara. "Kalau mau, yang korupsi penyelenggara negara yang dihilangkan. Jumlah anggaran negara yang dikorupsi mencapai 30% dari APBN, itu harus ditindak," katanya.

Sementara itu, pengamat politik lembaga ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menegaskan, kebijakan yang pemerintah berikutnya harus melalui formulasi dan rumusan yang komprehensif di bidang jaminan sosial. Selain itu pelaksanaan program juga harus dievaluasi secara komprehensif. "Memperhitungkan APBN, jumlah penduduk, jumlah masyarakat miskin, dan jumlah pengangguran," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×