Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mulai menampung usulan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT). DPR berinisiatif menyusun RUU ini karena UU No 30/2007 tentang Energi dan UU No 21/2014 tentang Panas Bumi belum bisa memberikan kekuatan hukum dalam penyediaan energi terbarukan.
Wakil Ketua DPR Bidang Industri dan Pembangunan Agus Hermanto mengatakan, di Indonesia kontribusi pengembangan EBT masih minim. Tahun 2016, sektor EBT hanya menyumbang 7,70% dari jumlah realisasi bauran energi nasional.
Oleh karena itu, kata Agus, perlu penataan melalui undang-undang agar potensi energi terbarukan di Indonesia bisa dioptimalkan. "Indonesia mempunyai potensi besar yang belum tergali karena payung UU-nya belum mampu melindungi dan memberikan keberpihakan terhadap pengembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia," katanya, Rabu (24/1).
Menurut Agus, kini DPR tengah menyusun rancangan akademis dan menampung masukan dari sejumlah pihak. Misalnya dari Kadin dan para praktisi.
Agus menambahkan, RUU EBT juga mengatur insentif pelaku usaha bidang EBT. "Harus ada insentif baik fiskal dan non fiskal. Jika fiskal, pemberian insentif finansial, non fiskal misalnya bisa melalui perizinan, penggunaan lahan," imbuhnya.
DPR menargetkan RUU EBT bisa tuntas tahun ini. Oleh karena itu, kini Panitia Kerja (Panja) Komisi VII DPR bersama Badan Keahlian DPR tengah mengebut penyelesaian draf RUU EBT agar bisa masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2018. "Tahun ini UU itu kami harapkan sudah jadi," ujar Agus.
Dana pengembangan
Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengungkapkan, METI mengusulkan beberapa klausul substansi RUU EBT. Antara lain mengenai pengaturan sumber EBT beserta penyediaan, pemanfaatan, dan pengembangannya. "Harus ada pembinaan, pengawasan dan partisipasi masyarakat," katanya.
Pengaturan perencanaan, dan perizinan pun tak kalah pentingnya. Menurut Surya, pemberian izin pengusahaan bisa dilakukan pemerintah pusat tapi pemerintah daerah juga harus diikutsertakan dalam izin lokasi. "Izin lokasi harus pemda karena menyangkut tempat," imbuh dia.
METI juga mengusulkan pembentukan dana pengembangan energi terbarukan. Untuk itu perlu identifikasi sumber dananya.
Surya mencontohkan, dana bisa didapatkan dari dana depletion premium (dana pengurasan), pungutan ekspor energi terbarukan dan ekspor dari non energi terbarukan. "Itu nanti sebagai kompensasi apabila harga energi terbarukan lebih tinggi daripada harga energi yang lain," jelas Surya Darma.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Energi Terbarukan Halim Kalla menandaskan, pengusaha butuh kepastian dalam berbisnis EBT. Untuk itu perlu dibuatkan formulasi harga EBT dalam UU ini. "Sehingga UU ini bisa melindungi pengusaha bila ada pergantian pemerintah," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News