Reporter: Fahriyadi | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Setelah cukup lama melewati masa pembahasan cukup alot, akhirnya pelaku usaha yang berkecimpung di sektor lembaga keuangan mikro (LKM) memiliki payung hukum sendiri. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) LKM menjadi undang-undang dalam sidang paripurna, Selasa (11/21).
Atas penetapan beleid tersebut, pemerintah menyambut baik sekaligus mempersiapkan aturan teknis yang harus dibuat paling telat dua tahun sejak aturan baru ini diundangkan.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo yang mewakili pemerintah dalam rapat paripurna DPR, kemarin, mengharapkan dengan penetapan undang-undang ini bisa memperbaiki regulasi LKM sehingga lebih jelas dan pasti. "Di Indonesia, banyak terdapat LKM sehingga sudah sepantasnya diberikan payung hukum agar bisa menjadi lebih baik," katanya. Menurutnya, LKM dibentuk berdasarkan Undang Undang (UUD) 1945.
Menurut Agus, keberadaan LKM yang berkontribusi terhadap masyarakat berpenghasilan rendah lewat jasa simpan-pinjaman harus terus didukung. Untuk itu, pemerintah bakal menggunakan masa transisi yang berlangsung selama dua tahun untuk mempersiapkan infrastruktur agar pemberlakuan UU LKM berjalan sesuai rencana. "Tapi, tugas pemerintah dan DPR belum selesai karena harus mengawal implementasi UU ini," tandasnya.
Masril Koto, pemilik Lembaga Keuangan Mikro Agro (LKMA) Prima Tani, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, menanggapi positif langkah DPR bisa menuntaskan UU LKM. "Adanya payung hukum dapat melegakan pemilik LKM untuk terus berkiprah lebih baik lagi," ujarnya.
Hanya saja, Masril menyebut ada beberapa hal yang dikhawatirkan setelah pengesahan UU LKM ini. Pertama, kearifan lokal yang tertanam dalam LKM bisa luntur jika regulasi ini bersifat nasional. "Makanya, kami berharap ada aturan turunan dari pemerintah daerah, baik provinsi dan kabupaten/kota, supaya eksistensi LKM di setiap daerah tetap terjaga," pintanya.
Kedua, kondisi setiap daerah yang berbeda tentu memerlukan pengelolaan yang berbeda pula. Untuk itu, pria asal Minang ini berharap, pemerintah tidak mengeluarkan aturan yang membatasi kebebasan pemilik LKM dalam menghimpun dan menyalurkan dana ke masyarakat.
Masril mencontohkan, LKM sektor agribisnis pasti berbeda dengan LKM perajin batik. Karakter LKM di Jawa pun berbeda dengan LKM di Sumatra Barat. Nah, dengan pelbagai karakteristik ini, LKM harus bisa berkembang, salah satunya lantaran ada keleluasaan bagi pemilik bebas berekspresi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News