kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Para ahli minta KPK hadir dalam gelar perkara BG


Selasa, 19 Mei 2015 / 12:36 WIB
Para ahli minta KPK hadir dalam gelar perkara BG
ILUSTRASI. Presiden AS Joe Biden saat bertemu dengan Presiden Indonesia Joko Widodo di Ruang Oval Gedung Putih di Washington, AS, 13 November 2023.


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Ahli hukum Teuku Nasrullah menilai masih ada hal yang mengganjal pada gelar perkara kasus Komisaris Jenderal Budi Gunawan oleh Badan Reserse Kriminal Polri pada April lalu. Menurut dia, masih perlu ada klarifikasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai berkas-berkas yang dilimpahkan KPK ke Kejaksaan Agung.

"Kami tidak yakin berkas itu apa adanya. Sebaiknya tanya ke KPK langsung, benar/tidak seperti ini. Apakah ada berkas lain yang mungkin tidak diperlihatkan," ujar Teuku saat dihubungi, Selasa (19/5).

Menurut Teuku, dia dan para ahli yang hadir dalam gelar perkara tersebut meminta Polri untuk kembali melakukan gelar perkara yang dihadiri KPK dan Kejaksaan Agung. Polri menyanggupi permintaan tersebut. Namun, hingga kini belum terealisasi.

Meski demikian, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Brigjen (Pol) Victor Edison Simanjuntak mengklaim bahwa penyidik telah melakukan gelar perkara dan hasilnya menyatakan bahwa kasus tersebut tak layak ditingkatkan ke penyidikan. (Baca Sudah Lakukan Gelar Perkara, Polri Putuskan Kasus Budi Gunawan Tak Layak Diusut)

Teuku mengakui bahwa dalam gelar perkara tersebut, berkas-berkas yang ditunjukkan oleh Bareskrim Polri masih jauh dari cukup. Dalam surat perintah penyidikan (sprindik), misalnya, tidak tercantum nama tersangka. Selain itu, tidak ada satu pun alat bukti yang ditunjukkan saat status penyelidikan naik ke penyidikan. Teuku tidak yakin bila KPK telah ceroboh melakukan proses hukum seperti itu.

"Kalau berkas yang hanya seperti sebagaimana yang diperlihatkan ke kami, memang keterlaluan parahnya. Tidak masuk di akal penyidikan begitu. Makanya, kami minta tolong konfirmasi kembali ke KPK dan Kejaksaan, apa benar seperti itu," kata Teuku.

Teuku mengatakan, para ahli tidak dapat menyimpulkan apakah suatu kasus dapat dilanjutkan atau tidak, jika belum mempelajarinya secara mendalam. Oleh karena itu, kehadiran KPK dibutuhkan agar sumirnya berkas perkara yang diperlihatkan Bareskrim Polri dapat terkonfirmasi. "Agar pendapat kami tidak bias dan tidak menimblkan kontroversi, tolong pastikan dulu berkas itu benar/tidak," kata dia.

Hal senada juga diungkapkan ahli pencucian uang, Yenti Garnasih. Jika Bareskrim Polri kembali membuka forum gelar perkara, Yenti meminta KPK mau menghadirinya untuk mengonfirmasi berkas-berkas kasus Budi yang dilimpahkan KPK ke Kejagung.

"Kalau KPK ngerasa tidak seperti itu, datang dong. Masyarakat tidak mau disesatkan pemahamannya," kata Yenti.

Tak hanya itu, Yenti juga meminta agar lembaga swadaya masyarakat juga dihadirkan dalam gelar perkara. Menurut dia, LSM sebagai perwakilan masyarakat juga membutuhkan informasi terbuka mengenai proses gelar perkara tersebut.

Sebelumnya, Victor mengklaim bahwa gelar perkara dihadiri tiga pakar hukum, yakni Chairul Huda, Teuku Nasrullah, dan Yenti Garnasih. Namun, Yenti membantah ikut dalam gelar perkara itu.

Menurut Victor, Polri menganggap penyidikan tidak memenuhi syarat dan menganggap perkara tersebut tidak ada. Soal rencana gelar perkara bersama yang sempat digembar-gemborkan akan dilakukan secara terbuka, Victor berdalih Polri telah berupaya melaksanakannya. Namun, ia beralasan, tidak ada satu pun yang bersedia hadir dalam gelar perkara tersebut. Victor juga memastikan bahwa tidak akan ada gelar perkara lagi untuk dugaan gratifikasi Komjen Budi Gunawan. Ia mengklaim KPK dan Kejagung telah mengetahui keputusan Polri tersebut.

Budi Gunawan ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan kepemilikan transaksi mencurigakan. Ia dijerat Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Ia mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penetapan tersangka itu. Sidang praperadilan yang dipimpin hakim Sarpin Rizaldi memutus bahwa penetapan tersangka Budi oleh KPK tidak sah. Status tersangka Budi dinyatakan batal.

Pasca-putusan praperadilan, KPK melimpahkan berkas perkara Budi ke Kejaksaan Agung. Selanjutnya, kejaksaan justru melimpahkan kasus itu ke kepolisian dengan alasan polisi pernah mengusut kasus tersebut. (Ambaranie Nadia Kemala Movanita)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×