kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Golkar: Janjikan jaminan sosial berdasar kebutuhan


Rabu, 05 Februari 2014 / 17:16 WIB
Golkar: Janjikan jaminan sosial berdasar kebutuhan
ILUSTRASI. Apa Itu Sindrom Kaki Gelisah? Ini Penjelasan Lengkapnya


Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Tri Adi

JAKARTA. Partai berlambang pohon beringin ini mengklaim punya andil besar atas meluncurnya sistem jaminan sosial nasional (SJSN) dan selanjutnya dijalankan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Terhitung sejak tahun 2004, seusai terbitnya UU No. 40/2004 tentang SJSN, partai ini mengklaim terus mendorong agar pemerintah segera untuk melaksanakan. Hasilnya, per 1 Januari BPJS Kesehatan bisa berjalan atau disebut sebagai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"Kami terus desak program ini dilaksanakan," kata Hermani Hurustiati, anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Golkar. Meski demikian, partai nomor urut kelima peserta pemilihan umum 2014 tak puas begitu saja. Entah jargon politik semata, yang pasti Golkar akan memperbaiki sistem jaminan sosial yang jalan sekarang.

Masih banyak catatan yang menggambarkan ketidaksiapan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menyelenggarakan jaminan sosial. Pertama, sosialisasi yang dinilai Golkar masih minim. Alhasil terjadi peningkatan pasien di satu titik rumah sakit (RS). Padahal konsepnya rujukan dengan memperkuat pelayanan puskesmas. "Kalau memang penyakit biasa harusnya ke puskesmas bisa. Kalau memang harus dirujuk baru ke RS," katanya.

Kedua, sarana dan prasarana infrastruktur kesehatan seperti kamar tidur untuk rawat inap kurang. Tak hanya itu, sumber daya tenaga medis baik dokter dan perawat minim. Ujungnya, beban tenaga medis berlipat. "Di luar Pulau Jawa itu bisa satu banding 100.000," katanya.

Ketiga, penerima bantuan iuran (PBI) untuk 86,4 juta orang tidak tepat sasaran. "Ini yang semestinya diperbaiki," tuturnya. Kurang siapnya pelaksanaan BPJS langsung dirasakan oleh politisi gaek Partai Golkar, Harry Azhar Aziz. Menurut dia, meski sudah masuk era BPJS harusnya kartu peserta PT Askes masih bisa digunakan untuk berobat. "Ternyata, rumah sakit menyatakan kartu Askes sudah tidak bisa berlaku lagi," ujarnya.

Lantaran itu, Partai Golkar berkewajiban untuk melakukan pengawasan pelaksanaan BPJS. Ini yang kemudian didefinisikan sebagai perjuangan partai. Bahkan, Partai Golkar berani menjadikan program BPJS ini sebagai jualan untuk pemilu 2014. Dengan menjanjikan perbaikan pelaksanaan BPJS.

Di samping itu, dengan mengembangkan model jaminan sosial ala Partai Golkar. Harry menyebutkan jaminan sosial ala Golkar ini berfokus memperbaiki sistem informasi. Maksudnya, menyangkut angka kemiskinan tidak selaras. "Pemerintah tidak tahu dengan pasti orang-orang miskin ada di mana," tuturnya.

Untuk itu, Partai Golkar akan membuat tim guna mengembangkan program kebutuhan dasar (basic necessity) dan memperbaiki sistem informasinya. Selanjutnya diikuti dengan pelaksanaan teknis mengikuti undang-undang yang berlaku. Tentu juga di imbangi pengembang infrastruktur, memaksimalkan anggaran. "Untuk memastikan rakyat memperoleh jaminan sosial berdasarkan basic necessity," tegasnya.

Selanjutnya Golkar akan memaksimalkan penyerapan bujet anggaran kesehatan di APBN yang sebelumnya 2% menjadi 5%. Salah satunya untuk mendukung gagasan program orang miskin yang tidak bekerja. "Sudah ada tim yang sedang mengembangkannya," klaim Harry. Jika Partai Golkar terpilih di 2014, Harry menjanjikan program ini langsung dijalankan. Jadi, tunggu saja keseriusan Partai Golkar menjual programnya ini.

Laiknya mengopi program Jokowi di DKI

JAKARTA Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai program jaminan sosial yang digadang-gadang Partai Golongan Karya (Golkar) laiknya meniru program yang sudah dijalankan Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta. Program kartu pendidikan, pangan atau pengobatan yang kelak sebagai pengganti kebijakan bantuan langsung tunai mirip yang terjadi di Jakarta saat ini.

Siti berharap partai pohon beringin ini untuk memikirkan program yang realistis, tak sekadar janji yang memikat guna mendulang suara di pemilihan umum. Apalagi, kata dia, program Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan kartu Jakarta Pintar (JKP) yang diterapkan Jokowi di Jakarta masih semrawut pelaksanaannya. Lebih-lebih, Partai Golkar berencana menjalankan program ini skala nasional.

"Seluruh Indonesia ada 77.000 desa yang penduduknya harus dikalkulasi dengan serius," kata Siti. Belum lagi, adanya sistem otonomi daerah dimana setiap daerah satu dengan yang lain dengan kebutuhan yang berbeda. "Alokasi dana selama ini tidak tersentuh, bahkan oleh otonomi daerah," ujar dia,

Dengan kata lain, Partai Golkar harus benar-benar merumuskan program jaminan sosialnya matang. Baik itu persoalan alokasi anggaran dan koordinasi antara kebijakan pusat dan daerah. Hal senada juga disampaikan psikolog politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk. Ia melihat tidak mudah bagi Golkar untuk mengimplementasikan program jaminan sosial melalui skema kartu. Dibutuhkan kesiapan sistem.

"Meski penggunaan kartu akan lebih mengontrol pemakaian bantuan bagi rakyat miskin, namun pemerintah harus mempersiapkan anggaran belanja yang tepat," jelasnya. Padahal, Indonesia memiliki kelemahan di lapangan. Banyaknya manipulasi lapangan yang menjadi kendala bagi pemerintah menjalankan programnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×