Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menetapkan pembiayaan utang dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun anggaran 2022, sebesar Rp 973,58 triliun atau 5,2% lebih rendah jika dibandingkan dengan outlook APBN tahun 2021 sebesar Rp 1.026,98 triliun.
“Kebutuhan pembiayaan utang akan dipenuhi secara pragmatis, oportunistik, fleksibel dan prudent dengan melihat peluang di pasar keuangan,” seperti dikutip dalam Buku II Nota Keuangan dan RAPBN, Senin (16/8).
Pembiayaan utang pemerintah pada 2022 tersebut akan berasal dari pinjaman dan Surat Berharga Negara (SBN). Pinjaman pemerintah terdiri dari pinjaman dalam negeri dan luar negeri yang terdiri atas pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan. Sementara itu, utang yang berasal dari SBN terdiri dari SBN konvensional (Surat Utang Negara/SUN) dan SBN syariah (Surat Berharga Syariah NegaraSBSN/Sukuk Negara).
Baca Juga: Pemerintah targetkan suku bunga surat utang negara sebesar 6,82% di tahun depan
Akan tetapi, sebagian besar pembiayaan utang dalam RAPBN tahun anggaran 2022 akan dipenuhi dari penerbitan SBN. Sementara itu, instrumen pinjaman akan lebih banyak dimanfaatkan terutama untuk mendorong kegiatan/proyek prioritas pemerintah.
Sedangkan terkait rencama pembiayaan utang, sebagian besar dilakukan dalam mata uang rupiah, berbunga tetap, dan dengan tenor menengah-panjang. Dalam rangka menjaga risiko pengelolaan utang dan mendorong efisiensi bunga, pemerintah tetap memanfaatkan fleksibilitas dalam menentukan komposisi portofolio utang yang akan dituangkan lebih lanjut dalam strategi pembiayaan utang.
Adapun arah kebijakan pembiayaan utang pada 2022, pertama, mengendalikan utang secara fleksibel dan penuh kehati-hatian dengan menjaga rasio utang dalam batas aman. Kedua, meningkatkan efisiensi biaya utang melalui pendalaman pasar (perluasan basis investor dan mendorong penerbitan obligasi/ sukuk daerah).
Ketiga, utang sebagai instrumen menjaga keseimbangan melalui komposisi portofolio utang yang optimal untuk menjaga stabilitas makroekonomi.
“Mengendalikan utang secara fleksibel dan penuh kehati-hatian dengan menjaga rasio utang dalam batas aman merupakan cermin pelaksanaan kebijakan Pemerintah yang sejalan dengan ketentuan perundangan yang berlaku,” seperti dikutip dalam Buku II Nota Keuangan dan RAPBN, Senin (16/8).
Undang-Undang Keuangan Negara juga telah menetapkan batasan maksimal defisit anggaran sebesar 3% dan rasio utang 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Walaupun sampai dengan saat ini batasan defisit tersebut terlampaui yang diakibatkan oleh upaya penanganan dampak pandemi.
Selanjutnya: Inilah strategi Jokowi untuk bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,5% di 2022
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News