Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) memastikan tidak akan mengeluarkan kebijakan yang besar pada tahun ini. Sebab, pemerintah ingin menjaga momentum ekonomi.
“Tahun ini tidak ada kebijakan besar yang akan kami keluarkan, kami fokus ke pengelolaan dan pemanfaatan data, termasuk yang sudah kami dapat dari tax amnesty,” kata Yon Arsal, Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak dalam diskusi publik mengenai optimalisasi penerimaan perpajakan di Jakarta, Senin (5/14).
Meski begitu, kata Yon, Ditjen Pajak tahun ini memiliki target yang tumbuh besar, yakni 24%, yang perlu dikejar. Menurutnya, penerimaan pajak yang sedang dalam tren pertumbuhan double digit sepanjang empat bulan terakhir belum cukup memadai sehingga perlu dijaga konsistensinya.
“Tantangan kami bagaimana angka bulan ke bulan meningkat sehingga memberikan dampak positif juga bagi ekonomi keseluruhan,” ucap Yon.
Asal tahu saja, hasil kajian Center of Reform on Economics (CORE) pada April lalu menunjukkan, pemulihan daya beli masyarakat berjalan lambat akibat kebijakan pemerintah yang tak berimbang.
"Pemerintah cenderung meningkatkan daya beli di masyarakat bawah melalui percepatan dan peningkatan penyaluran bantuan sosial, sedangkan di masyarakat (berpendapatan) menengah bawah tidak disentuh," kata Muhammad Faisal, Direktur CORE.
Hal itu terbukti dari hasil survei penjualan eceran Bank Indonesia (BI). Penjualan eceran pada Januari dan Februari 2018 mencatatkan pertumbuhan negatif dari bulan ke bulan. Januari 2018 pertumbuhan indeks penjualan riil turun 7,3% dan Februari kembali susut 1,7%.
CORE menduga hal itu merupakan imbas kebijakan pajak. Ditjen Pajak sempat mengeluarkan aturan pembuatan faktur pajak dengan data di kartu tanda penduduk (KTP), meski kemudian ditunda sampai batas waktu tak ditentukan. Lalu, ada kebijakan pelaporan data transaksi kartu kredit yang sempat terdengar gaungnya lagi sebelum akhirnya ditunda menjadi 2019.
Menurut CORE, kebijakan represif pajak dilakukan untuk mengejar target pajak tahun ini yang tinggi Rp 1.424 triliun. "Yang kami khawatirkan kalau potensinya tidak sampai segitu, tapi dipaksa mengejar target, akhirnya adalah semacam intimidasi," jelas Faisal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News