kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penerimaan pajak naik, defisit tahun ini bakal aman


Minggu, 13 Mei 2018 / 21:16 WIB
Penerimaan pajak naik, defisit tahun ini bakal aman
ILUSTRASI. Keterangan pers jajaran Kementerian Keuangan


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mecatat defisit anggaran turun jadi Rp 55,1 triliun dibanding dengan akhir bulan Maret yang sebesar Rp 85,78 triliun. Hal itu terjadi karena penerimaan perpajakan sampai April 2018 sebesar Rp 416,9 triliun, tumbuh 11,2%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani optimistis, defisit anggaran akhir tahun ini mencapai 2,14% dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih rendah dari target 2,19% dari PDB.

Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistyaningsih mengatakan, defisit APBN memang selama ini tidak pernah tercapai 100% selama belanja negara tidak tercapai 100% juga.

“Untuk defisit akhir tahun saya kira 2,3% akan maksimum. Ini dengan asumsi ada tambahan subsidi BBM,” ujar Lana kepada Kontan.co.id, Minggu (13/5)

Terlebih, tahun ini ada pilkada serentak di sebanyak 171 dan termasuk tiga provinsi utama di Pulau Jawa. Sementara, Jatim, Jateng, dan Jabar yang mendapat transfer daerah yang paling besar.

Pilkada, menurut Lana, membuat kepala daerah menjadi sangat hati-hati dalam berbelanja ditambah aturan dalam tiga bulan sebelum pilkada petahana yang mencalonkan diri tidak boleh tanda tangan proyek-proyek strategis.

“Kalau yang menang pilkada petahana, maka belanja daerah bisa segera terealisasi setelah pilkada, tetapi kalau yang menang pemimpin baru maka akan butuh waktu untuk memahami belanja daerahnya sehingga saya kira butuh waktu tiga bulan setelah pilkada lagi untuk merealisasi belanjanya,” jelas Lana.

Akibatnya, dana transfer akan menumpuk di bank-bank daerah.

Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo mengatakan, defisit bisa aman kalau sampai Desember bisa diprediksi dan kelola dengan baik. Variabelnya harga minyak, inflasi dan depresiasi rupiah

Trade off-nya, pendapatan PPh migas dan PNBP migas versus subsidi harga BBM. Nilai ekspor versus impor karena depresiasi rupiah, karena PPN kita hanya mengenal Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dalam rupiah. Adapun, inflasi yang menggerus daya beli dan menurunkan volume penjualan barang dan jasa,” jelasnya.

Pemerintah tahun ini tidak terlalu bisa banyak menarik utang lantaran sentimen global yang membuat minat investornya sepi. Menurut Yustinus, di sisi lain, mengandalkan penerimaan pajak tidak cukup.

Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan memprediksi, tahun ini penerimaan pajak bisa tumbuh pada kisaran 16%. Dengan proyeksi ini, maka penerimaan pajak tahun ini diperkirakan sebesar Rp 1.335 triliun. Sebab, realisasi penerimaan pajak 2017 sebesar Rp 1.151 triliun.

Sementara itu, berdasarkan realisasi kuartal I-2018, CITA memproyeksi penerimaan pajak 2018 bisa sampai di angka Rp 1.317 triliun. Jumlah itu 92,48% dari target dalam APBN 2018 yang sebesar Rp 1.424 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×