Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Anna Suci Perwitasari
JAKARTA. Geliat perdagangan online membuat Direktorat Jenderal Pajak tergiur untuk menjaring potensi penerimaan yang belum pernah tersentuh ini. Karena itu tak lama lagi pajak akan mewajibkan pebisnis online untuk membayar pajak.
Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Manajemen Transformasi Direktorat Jenderal Pajak Nufransa Wira Sakti, menyatakan, timnya akan segera menuntaskan aturan teknis bagi pebisnis online, dalam satu, dua bulan ke depan. Aturan ini hanya menegaskan kewajiban pajak bagi pebisnis online bahwa mereka juga harus bayar pajak seperti pebisnis lainnya.
Misalnya kewajibannya membayar Pajak Penghasilan (PPh) pasal 23 (yaitu bagi badan hukum), juga pajak Penjualan (PPn). "Potensi dari PPn saja bisa mencapai triliunan rupiah," ujar Nufransa, Rabu (11/9).
Tapi kantor pajak menyadari tak gampang untuk mengutip pajak kepada pebisnis transaksi online. Misalnya pembelian lagu dengan cara mengunduh atau men-download dari situs di luar negeri. Secara aturan, membeli barang dari luar sifatnya impor, dan harus dikenakan bea masuk. Nah hingga kini belum ada pemecahannya.
Karena itu, dalam aturan baru nanti, Ditjen Pajak akan mengusulkan pembentukan kantor pajak khusus yang bertugas mengawasi transaksi online. "Saat ini kami sudah membentuk tim untuk memantau potensi bisnis yang besar-besar," kata Nufransa.
Nah untuk menerapkan aturan ini Ditjen pajak akan menjalin kerjasama dengan Pemerintah Jepang, untuk membantu pembangunan sistem pajak online.
Pengenaan pajak bagi bisnis online bakal memberatkan pelaku usaha. Wakil Ketua Asosiasi e-Commerce Indonesia (iDEA) Julian Gafar menyebut bisnis online di Indonesia saat ini belum ideal jika harus dikenakan pajak. Ia pun menyarankan pemerintah memberikan insentif bagi pebisnis online dengan tidak memungut pajak sampai industri ini tumbuh besar.
Ia mencontohkan yang dilakukan di Jepang dan China yang membiarkan usaha e-commerce membiarkan perusahaan e-commerce tumbuh berkelanjutan. "Setelah itu baru negara memungut pajak," kata Julian.
Tapi, Pengamat perpajakan Universitas Indonesia, Darussalam berpendapat, pemerintah memang harus adil. "Kalau pengusaha dunia nyata kena pajak, dunia maya juga harus bayar pajak," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News