kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pajak intensifikasi ke sektor unggulan


Senin, 02 Februari 2015 / 09:46 WIB
Pajak intensifikasi ke sektor unggulan
ILUSTRASI. Sering Dilakukan Banyak Orang, Kebiasaan Ini Dapat Merusak Jantung


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akan memperketat pemeriksaan perpajakan di sektor unggulan. Mereka berharap program intensifikasi ini memberikan tambahan penerimaan perpajakan Rp 73,5 triliun. Ini sebagai salah satu strategi mengejar target pajak non minyak dan gas (migas) tahun ini sebesar Rp 1.244,74 triliun naik dari APBN 2015 Rp 1.113,03 triliun.

Wakil Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Tugss (Plt) Direktur Jenderal Pajak Mardiasmo menjelaskan, sektor unggulan yang menjadi target sasaran adalah pertambangan, perkebunan, jasa pelayanan, perhotelan, dan restoran. Selama ini, sektor-sektor itu sudah berkontribusi besar terhadap pajak non migas, tapi potensi penerimaan pajaknya belum maksimal.
Tahun lalu, hanya ada sekitar 5 juta badan usaha yang membayar pajak dari sektor unggulan. Padahal, catatan di Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia, di Indonesia terdapat lebih dari 22 juta badan usaha. Nah, DJP akan melakukan pemeriksaan pajak di sektor ini secara ketat agar tagihannya sesuai dengan transaksi di perusahaan itu. "Untuk sektor unggulan, pertambangan seperti mineral dan batubara masih lesu, tapi sektor yang lainnya masih punya potensi besar," jelas Mardiasmo, akhir pekan lalu.
 Alasannya, target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,7% juga akan mendongkrak kinerja perusahaan. terutama dari di sektor perkebunan, jasa pelayanan, perhotelan, dan restoran. "Kami targetkan dari pemeriksaan  yang lebih ketat ini bisa menghasilkan Rp 73,5 triliun," ujar Mardiasmo pekan lalu.
Namun, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo meragukan langkah ini. Memang, potensi pemeriksaan pajak badan usaha masih besar, tapi pengetatan pemeriksaan tak serta merta mendongkrak penerimaan dalam jangka pendek.
Pelaksanaan pemeriksaan membutuhkan waktu enam hingga 10 bulan, belum termasuk keberatan yang diajukan wajib pajak yang membutuhkan penyelesaian lebih lama. "Penyelesaian sengketa pajak akan makin panjang jika wajib pajak ajukan banding atas keberatan. Jadi total bisa sampai dua setengah hingga tiga tahun," kata Prastowo.
Menurutnya, pemerintah harus membuat kebijakan dan strategi pemerikasaan khusus sehingga pemeriksaan dapat dilakukan secara efektif. Misalnya, pada pemeriksaan sektor pertambangan yang fokus, prosedur, hingga targetnya mengikuti standar nasional. Pasalnya, selama ini pemeriksaan pajak yang dilakukan kurang efektif.
DJP juga harus bertindak tegas. Selama ini kepatuhan pajak masih rendah karena ada celah berupa peraturan pajak yang kurang tegas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×