kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.514.000   11.000   0,73%
  • USD/IDR 15.511   28,00   0,18%
  • IDX 7.760   25,02   0,32%
  • KOMPAS100 1.205   3,50   0,29%
  • LQ45 961   2,42   0,25%
  • ISSI 234   1,13   0,48%
  • IDX30 494   1,12   0,23%
  • IDXHIDIV20 593   1,74   0,29%
  • IDX80 137   0,38   0,27%
  • IDXV30 142   -0,50   -0,35%
  • IDXQ30 164   0,08   0,05%

Organda tuntut pembatasan solar subsidi dicabut


Selasa, 05 Agustus 2014 / 15:43 WIB
Organda tuntut pembatasan solar subsidi dicabut
ILUSTRASI. Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping di Beijing, China, Jumat (4/2/2022). Aleksey Druzhinin/Kremlin via REUTERS


Reporter: Agus Triyono | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Organisasi Angkutan Darat (Organda) meminta pemerintah untuk segera mencabut aturan larangan penjualan solar bersubsidi di beberapa wilayah di Indonesia yang mulai berlaku awal Agustus. Permintaan ini dilayangkan setelah sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga meminta pemerintah mencabut larangan tersebut.

Ardiansyah, Sekretaris Jenderal Organda, mengatakan, ada beberapa alasan yang digunakan oleh Organda untuk mengajukan permohonan tersebut. Pertama, karena kebijakan tersebut salah. 

Ardiansyah mengatakan, kalau pemerintah serius ingin menekan dan mencegah kebocoran penggunaan BBM bersubsidi harusnya pemerintah melarang penjualan BBM bersubsidi, khususnya premium kepada mobil dan kendaraan pribadi, bukan solar bersubsidi.
 
Alasan ke dua, dampak buruk terhadap kondisi ekonomi masyarakat Indonesia. Ardiansyah mengatakan bahwa larangan menjualan solar bersubsidi dikhawatirkan akan berefek banyak kepada kenaikan tarif angkutan umum dan angkutan barang.
 
Menurutnya, pelarangan penjualan solar subsidi telah memaksa pengusaha angkutan untuk menggunakan solar non subsidi yang selisih harganya mencapai Rp 7.300 per liter. Dan kalau kondisi ini terus dibiarkan, dikhawatirkan biaya operasional pengusaha angkutan bisa membengkak dan memicu kenaikan tariff.
 
Ardi bilang dalam hitungan Organda, kalau kenaikan tariff terjadi, besarannya bisa mencapai 60%. Angka kenaikan tersebut diperoleh dari kontribusi bbm terhadap biaya operasional angkutan yang mencapai 45% dikalikan dengan prosentase selisih harga antara solar bersubsidi dengan non subsidi yang mencapai 130%.
 
“Kenaikan tarif belum kami usulkan, kami usulkan agar kebijakan tersebut dievaluasi dan direvisi karena kalau kenaikan tariff dilakukan itu dilematis, itu bisa menggerus daya beli masyarakat,” kata Ardiansyah di Jakarta Selasa (5/8).
 
Bukan hanya itu saja, Ardiansyah juga khawatir kalau tariff angkutan dinaikkan, upaya tersebut akan menggerus minat masyarakat untuk menggunakan angkutan umum. 

Sebagai catatan saja, pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH) MIgas awal agustus lalu telah melarang penjualan solar bersubsidi di wilayah Jakarta Pusat. Bukan hanya itu saja, di wilayah tertentu, penjualan solar bersubsidi juga dibatasi hanya bisa dilakukan sejak pukul 6 pagi sampai 18 sore saja. Sementara itu pada malam hari solar bersubsidi dilarang untuk dijual.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM) Penerapan Etika Dalam Penagihan Kredit Macet

[X]
×