kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.906.000   5.000   0,26%
  • USD/IDR 16.260   -19,00   -0,12%
  • IDX 6.904   3,46   0,05%
  • KOMPAS100 1.002   -1,47   -0,15%
  • LQ45 762   -5,14   -0,67%
  • ISSI 228   0,95   0,42%
  • IDX30 393   -2,78   -0,70%
  • IDXHIDIV20 453   -3,10   -0,68%
  • IDX80 112   -0,45   -0,40%
  • IDXV30 114   -0,16   -0,14%
  • IDXQ30 127   -1,02   -0,80%

Optimisme Konsumen Terjaga, Meski Tabungan Menyusut dan Lapangan Kerja Masih Lesu


Selasa, 08 Juli 2025 / 17:15 WIB
Optimisme Konsumen Terjaga, Meski Tabungan Menyusut dan Lapangan Kerja Masih Lesu
ILUSTRASI. Truk trailer melintas untuk mengambil muatan petikemas di lapangan penumpukan peti kemas di PT Terminal Petikemas Surabaya, Surabaya, Jawa Timur, Senin (7/7/2025). Masyarakat Indonesia menunjukkan optimisme yang yang sedikit meningkat terhadap kondisi ekonomi pada Juni 2025.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Masyarakat Indonesia menunjukkan optimisme yang yang sedikit meningkat terhadap kondisi ekonomi pada Juni 2025, terutama didorong oleh persepsi positif atas penghasilan saat ini.

Akan tetapi, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengingatkan bahwa tren ini dibayangi oleh lemahnya kondisi pasar tenaga kerja dan menurunnya kemampuan rumah tangga untuk menabung.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), optimisme masyarakat tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Juni 2025 tercatat sebesar 117,8, naik tipis dari bulan sebelumnya yang sebesar 117,5.

Baca Juga: Hasil Survei BI: Optimisme Konsumen Kembali Meningkat pada Juni 2025

Peningkatan ini sebagian besar ditopang oleh persepsi yang membaik terhadap penghasilan saat ini, yang naik menjadi 120,2 dari 119,3. Minat konsumen terhadap pembelian barang tahan lama juga mengalami penguatan, dengan indeks naik ke 105,9.

Namun di sisi lain, persepsi terhadap ketersediaan lapangan kerja justru memburuk. Indeks komponen ini turun ke angka 94,1 dan masih berada di zona pesimistis.

Menurut Josua, kondisi ini menunjukkan masyarakat belum melihat perbaikan berarti dalam prospek ketenagakerjaan, yang berpotensi menekan pertumbuhan konsumsi dalam jangka menengah.

Dalam hal pengeluaran rumah tangga, rata-rata proporsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi meningkat menjadi 75,1% dari sebelumnya 74,3%. Sementara itu, porsi yang disisihkan untuk menabung menurun menjadi 14,1%.

Baca Juga: Daya Beli Tergerus, Konsumen Kian Pesimistis

“Kondisi ini mencerminkan bahwa walaupun konsumsi meningkat, sebagian besar rumah tangga semakin sulit untuk menambah tabungan mereka di tengah tekanan biaya hidup yang masih tinggi,” tutur Josua kepada Kontan, Selasa (8/7).

Dari sisi pelaku usaha, hasil survei CEO yang dirilis KONTAN menunjukkan kekhawatiran terhadap kondisi bisnis ke depan. Indeks ICCI kuartal III-2025 tercatat hanya 3,01, level terendah sejak pandemi Covid-19.

Para pelaku usaha menghadapi tekanan yang bersumber dari ketidakpastian ekonomi global, biaya produksi yang tinggi, serta potensi melemahnya permintaan.

“Hal ini berpotensi menahan investasi korporasi dan pada akhirnya berdampak pada pasar tenaga kerja serta daya beli masyarakat secara umum,” ungkap Josua.

Meski demikian, Josua menilai bahwa ekspektasi konsumen untuk enam bulan mendatang masih berada di zona optimistis.

Indeks ekspektasi terhadap kegiatan usaha dan ketersediaan lapangan kerja masing-masing tercatat sebesar 129,3 dan 124,1, lebih tinggi dibanding periode sebelumnya.

Baca Juga: Daya Beli Terhimpit, Konsumen Semakin Pesimistis

Secara keseluruhan, konsumsi rumah tangga hingga pertengahan tahun ini masih tumbuh stabil, namun perlambatan optimisme dari sisi dunia usaha memberi sinyal ketidakpastian ke depan.

Josua memperkirakan daya beli masyarakat akan sangat bergantung pada kondisi pasar tenaga kerja dan tekanan inflasi dalam beberapa bulan ke depan.

“Untuk menjaga momentum konsumsi, pemerintah perlu menjaga stabilitas harga barang pokok, mempercepat penyerapan tenaga kerja, dan meningkatkan kepercayaan dunia usaha melalui kebijakan yang pro-pertumbuhan,” tandasnya.

Dalam kesempatan berbeda, Global Market Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto menyampaikan aktivitas perkembangan konsumsi rumah tangga saat ini masih melambat.

Utamanya dipengaruhi suku bunga masih tinggi, dan daya beli masyarakat menurun karena kondisi global yang kurang kondusif.

Baca Juga: Indeks Keyakinan Konsumen Kembali Melorot pada Mei 2025, Optimisme Masyarakat Menurun

“Dari sisi perkembangan multiplier effect yang dihasilkan oleh pemerintah dari aktivitas program prioritas pembangunan juga relatif minim. Karena kalau kita lihat juga kondisinya saat ini masih relatif banyak yang belum signifikan programnya,” kata Myrdal.

Ia melihat ada banyak program pemerintah yang tujuannya mendorong perekonomian namun justru masih terhambat. Misalnya makan bergizi gratis (MBG) realisasinya masih minim, yakni mencapai Rp 5 triliun hingga Juni 2025 atau 7,1% dari target.

Selain itu, ia juga melihat program Koperasi merah putih dan program 3 juta rumah juga belum berjalan.

“Jadi wajar kalau lihat kondisi seperti ini. Konsekuensinya memang ke depannya mau tidak mau harus bergerak aktivitas ekonomi melalui program prioritas pembangunan pemerintah supaya ekonomi kita juga mengalami dampak positif dan bisa tumbuh lebih cepat lagi terutama dari sisi konsumsi,” tambahnya.

Selanjutnya: Kementan Minta Anggaran Jadi Rp 44,64 Triliun pada 2026, Ini Kata CORE

Menarik Dibaca: Di Tengah Ketidakpastian Global, Apakah Masih Relevankah Investasi Jangka Panjang?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×