Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
Yang kedua, Prima menjelaskan, Omnibus Law Perpajakan memberi ruang bagi pemerintah pusat untuk mengevaluasi peraturan-peraturan daerah (perda) yang menghambat kemudahan berusaha.
Evaluasi bisa dilakukan terhadap rancangan perda maupun terhadap perda yang sudah ada mengenai pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) oleh pemerintah pusat yang terdiri dari Kemenkeu dan Kemendagri.
Baca Juga: RUU Omnibus Law Perpajakan menunggu jadwal pembahasan dengan DPR
“Kami akan mengevaluasi perda-perda yang terkait dengan PDRD dan dikaitkan dengan kebijakan fiskal nasional. Sebenarnya selama ini sudah dievaluasi, tapi compliance pemda masih rendah dalam memberikan rumusan perdanya saat rapat perda. Maka nanti akan diatur,” ujar Prima.
Jika hasil evaluasi dan pengawasan mendapati perda tidak sesuai dengan kebijakan fiskal nasional, pemerintah pusat akan meminta rancangan perda diubah atau perda yang sudah ada untuk dicabut. Jika perda tetap tidak diubah, pemerintah berhak mengenakan sanksi berupa penundaan atau pemotongan dana transfer ke daerah.
Baca Juga: Ekonom Indef: Omnibus Law cipta lapangan kerja belum tentu bisa tingkatkan investasi
“Memang harus mencari keseimbangan di sini, yaitu daerah tetap bisa meningkatkan PAD dan menjaga iklim investasi. Kami terus berkomunikasi dengan pemda melalui berbagai asosiasi maupun dengan Kemendagri,” tutur Prima.
Adapun berdasarkan draf RUU Omnibus LAw Perpajakan yang Kontan terima, nantinya kebijakan rasionalisasi tarif pajak akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres). Sementara, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara evaluasi rancangan perda dan pengawasan perda PDRD akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News