Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proses perekaman Kartu Tanda Penduduk elektronik alias e-KTP ternyata masih mengalami kendala. Masih terdapat sejumlah daerah yang terkendala perihal teknis yang membuat proses pendataan masyarakat menjadi tersendat.
Anggota Ombudsman RI, Ahmad Suaedy menjelaskan, utamanya permasalahan terdapat pada kesiapan Kementerian Dalam Negeri dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) yang ia nilai masih kurang aktif.
Adapun sejumlah kendala yang ditemukan Ombudsman meliputi hambatan seperti, pertama, keengganan masyarakat mengurus e-KTP karena lokasi tempat tinggal jauh dari kantor Dukcapil. Kedua, jangkauan pegawai sipil terbatas tidak mampu menjangkau daerah yang sangat terpencil dan termarjinalkan.
Ketiga, adanya beberapa kelompok masyarakat yang secara undang-undang susah diberi KTP, di antaranya bagi mereka yang tinggal di kawasan hutan lindung. Keempat, adanya masyarakat nomaden yang tidak memiliki tempat tinggal tetap sehingga tidak dapat mengisi kolom tempat tinggal.
"Misalnya, di Jambi suku anak dalam tidak bisa diberi KTP karena mereka tidak memiliki tempat tinggal. Padahal sebenarnya kita bisa saja memetakan pola tempat tinggalnya," kata Ahmad kepada Kontan, Selasa (17/4).
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri telah menyatakan akan meningkatkan pelayanan pembuatan e-KTP sesuai mandat dari Presiden Joko Widodo.
Kemudian, Ombudsman telah menyarankan kepada Kemendagri untuk melakukan aksi jemput bola alias secara aktif terus mendatangi lokasi-lokasi yang belum memiliki kelengkapan data penduduk.
Namun walau sudah dijalankan oleh Kemendagri dan Dukcapil, Ombudsman masih menemukan kasus seperti kedatangan pihak Dukcapil masih tidak efektif.
"Pegawai Dukcapil hanya melakukan satu kali kunjungan. Padahal pekerjaan orang-orang ini banyak yang seperti petani yang tidak bisa ditinggal begitu saja, jadi kami mengimbau untuk melakukan kunjungan lebih dari satu kali," jelas Ahmad.
Kepentingan dari perekaman e-KTP ini menjadi penting, terutama mengingat masa-masa pemilihan politik kian dekat.
Apalagi mengutip data Komisi Pemilihan Umum, setidaknya masih ada sekitar 6,3 juta pemilih yang belum memiliki KTP elektronik (E-KTP) sehingga dapat menimbulkan kesenjangan demokrasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News