kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ombudsman: Kartu sakti Jokowi bisa maladministrasi


Sabtu, 22 November 2014 / 15:27 WIB
Ombudsman: Kartu sakti Jokowi bisa maladministrasi
ILUSTRASI. Harga Emas Antam dan UBS Hari Ini (7/6) di Pegadaian Kompak Naik. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.


Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Ombudsman menilai kebijakan "kartu sakti" yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpotensi mal-administrasi. Menurut Ketua Ombudsman Danang Girindra Wardhana, "kartu sakti" yang diluncurkan Presiden Jokowi tumpang tindih dengan kebijakan sejumlah pemerintah daerah yang menerbitkan program serupa.

Dengan demikian, Danang mengatakan bahwa program "kartu sakti" ini mengakibatkan over budget atau pembiayaan ganda. "Kalau ini dibiarkan maka Bapak Presiden bersama seluruh jajarannya melakukan mal-adminsitasi, menerbitkan kebijakan yang mengakibatkan double anggaran dan mengakibatkan pemborosan negara meskipun visinya baik tapi harus benar-benar diperbaiki dulu," kata Danang di Jakarta, Sabtu (22/11/2014).

Menurut data Ombudsman, ada sekitar 60 daerah yang memiliki program serupa dengan "kartu sakti" Jokowi, di antaranya DKI Jakarta, Solo, dan Bali. Setiap daerah, kata dia, menganggarkan dana Rp 70 miliar hingga Rp 80 miliar untuk program tersebut. Dengan besarnya dana yang dianggarkan tiap daerah itu, Danang memperkirakan pemborosan anggaran akibat peluncuran "kartu sakti" Jokowi juga sangat besar.

"Negara juga menerbitkan hal yang sama. Ini menjadi redunden (hal tidak berguna) yang tidak boleh diteruskan. Harus segera dihentikan mumpung belum sampai APBN 2015," tutur Danang.

Oleh karena itu, Danang meminta Presiden Jokowi untuk menertibkan kembali kebijakan di daerah yang serupa dengan program "kartu sakti". Ia menilai Jokowi sadar betul bahwa kebijakan "kartu sakti" yang diluncurkannya baru-baru ini tumpang tindih dengan kebijakan di daerah.

"Sayangnya kebijakan nasionalnya sudah muncul, di daerah belum dirapikan maka sekarang ada banyak pertentangan dari pemerintah daerah. Kita dengar sendiri DKI misalnya, Solo juga memiliki kartu-kartu yang sama, Provinsi Bali, mereka mempertanyakan bagaimana, apakah kami harus menutup pelayanan insurance di pemerintah daerah?" tutur Danang. (Icha Rastika)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×