Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Mesti Sinaga
Jakarta. Ombudsman meminta Kementerian Perhubungan total dan tuntas membenahi masalah penerbangan Indonesia, termasuk dalam pengaturan pengamanan kargo udara yang selama ini hanya menjadi ladang bisnis bagi pihak tertentu .
Komisioner Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan, Budi Santoso menilai, adanya kepentingan bisnis dalam pengaturan muatan kargo yang dikeluarkan Dirjen Perhubungan Udara
Sebelumnya, telah diterbitkan Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 9 tahun 2010 tentang Program Keamanan Penerbangan Nasional, yang kemudian direvisi dengan Peraturan Menteri Perhubungan No.31 tahun 2013. Tetapi, Ombudsman menilai peraturan ini belum disosialisasikan .
Selain itu, Direktur Jenderal Perhubungan Udara di tahun 2013 telah merevisi Peraturan no SKEP/255/IV/2012 menjadi Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP 152 tahun 2012. Intinya aturanini mengatur keberadaan agen-agen swasta regulated agent (RA) sebagai pelaku bisnis pemeriksa kargo udara sebelum masuk ke pesawat terbang.
Budi Santoso meminta dicabut atau dibatalkannya Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP 152 tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut dengan Pesawat Udara. "Karena banyak masalah, seperti besaran tarif yang dibebankan untuk jasa pemeriksaan oleh RA menjadi jauh lebih mahal, jumlah RA terbatas, dan mekanisme koordinasi antara RA dengan instansi pengawasan lainnya seperti Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak jelas dan tumpang tindih," ujar Budi Santoso di Gedung Ombudsman (15/1).
Lebih lanjut, Budi menjelaskan, laporan menunjukkan bahwa dalam melakukan pengawasan di Bandara Soekarno Hatta, beberapa muatan barang berbahaya lolos dari pemeriksaan RA. Hal ini terjadi karena kapasitas mesin X-Ray yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan terlalu kecil, sehingga tidak dapat menampung kargo dalam volume besar.
Anggota Ombudsman Bidang Pengawasan, Pranowo menyatakan, hal ini membuat keselamatan pesawat menjadi tidak terjaga. "Karena dari pihak RA menunjuk pihak pesawat atas barang berbahaya yang masuk, tetapi pihak maskapai juga menyerahkan pada RA," tandas Pranowo.
Hal lain yang menjadi masalah, biaya pemeriksaan muatan kargo udara yang tidak diatur pemerintah sehingga menjadi beban pemilik kargo. Budi Santoso mengatakan, hal ini turut menggelembungkan logistic cost.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News