Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Peralihan tugas mikro prudensial Bank Indonesia (BI) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ternyata masih menyisakan wilayah kerja yang dinilai masih abu-abu, alias belum jelas pemisahannya.
"Ada beberapa tantangan yang dihadapi OJK. Salah satunya keperluan dan desain pembagian tugas dengan BI," ucap Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad, di Hotel Bidakara, Selasa, (23/4).
Muliaman mengatakan, dalam Undang-Undang OJK sebenarnya sudah jelas disebutkan bahwa, OJK bertanggung jawab terhadap mikro prudensial. Sedangkan BI akan berfokus pada makro ekonomi.
Disebutnya, BI akan bertugas mengawasi makro ekonomi dan bersifat forward looking atau melihat jauh ke depan. Jadi, sebelum terjadi sesuatu, BI sudah harus mempersiapkannya dari sekarang.
Seperti suku bunga, kebijakan nilai tukar, kebijakan devisa, kebutuhan sistem pembayaran, mencetak uang, dan melakukan kliring.
Namun, BI boleh juga mengeluarkan peraturan yang berkaitan dengan lembaga keuangan. Misalnya, membatasi modal atau pinjaman luar negeri.
"Karena dalam UU OJK disebutkan, setiap OJK membuat peraturan yang menyangkut makro, harus bekerjasama dengan BI. Dan BI juga sebaliknya kepada OJK," sebut Muliaman.
Ditegaskan Muliaman, komunikasi dan koordinasi kedua lembaga itu harus terjalin dengan baik. Sebab pengalaman krisis di dunia selama ini terjadi karena tidak jelasnya komunikasi.
Ia melanjutkan, mikro dan makro memang tidak bisa dipisahkan seperti hitam dan putih. Muliaman melihat, pengalaman OJK hadir di negara lain. Di situ, koordinasi dengan bank sentral menjadi penting. "Jadi ketika krisis, kami bisa mengambil keputusan cepat," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News