Reporter: Venny Suryanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 telah berubah menjadi krisis pekerjaan yang jauh lebih buruk daripada krisis 2008. Dalam laporan yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), tingkat pengangguran pada Februari 2020 berada di angka 5,2%.
Kemudian pada Mei 2020 di angka 8,4%. Setelah itu,penganguran mengalami peningkatan 3,0 poin persentase pada bulan April 2020, menjadi 8,5% dimana ini menjadi yang tertinggi dalam satu dekade terakhir.
“Dimana golongan perempuan, orang muda dan pekerja berpenghasilan rendah mengalami pukulan paling keras,” rilis OECD Employement Outlook 2020.
Baca Juga: Begini kata pengamat soal ancaman reshuffle yang dilontarkan Jokowi
OECD juga mencatat jumlah orang yang menganggur di wilayah OECD mencapai 54,5 juta di bulan Mei 2020. Di satu sisi, jika melihat di Amerika Serikat, ketika ekonomi mulai dibuka kembali, banyak pekerja cuti kembali bekerja, bahkan ketika PHK sementara lainnya justru menjadi permanen.
Di sisi lain, pengangguran juga ikut meningkat dengan risiko yang semakin mengakar di banyak negara lain.
Outlook Ketenagakerjaan OECD 2020 menjelaskan, dalam skenario yang lebih optimis untuk evolusi pandemi, OECD memproyeksikan tingkat pengangguran dapat mencapai 9,4% pada kuartal keempat 2020.
Bahkan, jumlah angkatan kerja yang bekerja pada 2021 mendatang juga diproyeksikan masih belum akan pulih ke level sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Adapun, pekerja dengan upah rendah menjadi kelompok paling terdampat ketimbang kelompok lainnya.
Adapun OECD melihat, Kaum perempuan lebih terpukul daripada laki-laki, dengan banyak yang bekerja di sektor yang paling terkena dampak dan secara tidak proporsional memegang pekerjaan tidak tetap.
Untuk itu, Oultook 2020 ini memberikan serangkaian rekomendasi untuk beberapa negara dimana harus memfokuskan upaya negara untuk membantu orang dan perusahaan agar dapat melalui krisis dan mengurangi dampak jangka panjang.
Baca Juga: Merasa jengkel, Jokowi: Banyak yang anggap biasa-biasa saja, padahal ini krisis!
Adapun, dalam jangka menengah, negara-negara harus mengatasi kesenjangan struktural dalam memberikan perlindungan sosial agar tidak terjadi krisis. Tentunya ini akan melibatkan dorongan kekuatan dan dukungan pendapatan yang memadai untuk semua pekerja, termasuk wiraswasta, paruh waktu dan pekerja non-standar lainnya.
“Perusahaan atau korporasi juga harus membayar kembali kepercayaan yang telah diinvestasikan pemerintah pada mereka selama fase darurat krisis COVID-19 dengan menjaga pekerja mereka sejauh mungkin dan berinvestasi dalam keterampilan mereka,” Jelas OECD dalam keterangan resminya.
Untuk itu, guna memastikan tidak ada yang terlewat dalam pemulihan ekonomi, maka perlu memperluas dukungan dalam bidang pendidikan dan pelatihan kejuruan yang sangat penting, serta meningkatkan dialog sosial dan perundingan bersama untuk meningkatkan ketahanan pasar tenaga kerja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News