kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

OECD: Swasembada pangan Indonesia salah arah


Rabu, 10 Oktober 2012 / 14:10 WIB
OECD: Swasembada pangan Indonesia salah arah
ILUSTRASI. Gedung Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Jakarta. KONTAN/Muradi


Reporter: Fahriyadi | Editor: Edy Can


JAKARTA. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menilai pencapaian ketahanan pangan Indonesia melalui swasembada pangan salah arah. Alasannya karena jumlah penduduk yang kekurangan gizi masih cukup besar.

OECD mencatat, pada 2007 jumlah penduduk yang kekurangan gizi mencapai 13% dari total penduduk Indonesia. Karena itu, Direktur Perdagangan dan Pertanian OECD Ken Ash menyatakan, Indonesia seharusnya mendiversifikasi produksi padi dengan komoditas lain yang bernilai tinggi seperti tanaman buah, sayuran, serta tanaman perkebunan.

Sebab, komoditas tersebut dapat berkontribusi untuk meningkatkan penghasilan dan akses pangan bagi banyak rumah tangga tani. "Selain itu proteksi terhadap impor produk pertanian telah menghambat daya saing sektor pertanian, membatasi pertumbuhan produktivitas pertanian, serta membebani biaya pangan bagi rakyat miskin, termasuk petani didalamnya," ujar Ash, Rabu (10/10).

OECD juga mencatat pertanian Indonesia terkena dampak negatif dari penanaman modal yang rendah. Untuk mengatasinya, OECD mengatakan, pemerintah bisa mempercepat registrasi lahan dan menyederhanakan sistem kepemilikan lahan, memperbaiki infrastruktur utama seperti irigasi dan listrik, dan yang tak kalah penting adalah memfasilitasi akses kredit pertanian.

Dukungan pemerintah Indonesia terhadap pertanian juga minim. OECD menghitung dukungan pemerintah terhadap sektor pertanian rata-rata hanya 9% dari total nilai produksi yang diterima petani. "Untuk itu kami usul agar dilakukan reformasi yang dapat memperbaiki efisiensi bagi petani," ujar Ash.

OECD juga mengkritik subsidi pupuk yang tinggi. Ia bilang subsidi pupuk ini bisa diganti dengan skema kupon. Sedangkan program beras miskin (raskin) dapat dapat diganti dengan program bantuan tunai bersyarat sehingga bisa memberi pilihan bagi rumah tangga miskin untuk mendapatkan komoditas lain sehingga bisa mengurangi konsumsi beras.

Berikut Rekomendasi OECD untuk Kebijakan Pertanian Nasional :

1. Peningkatan Anggaran Penelitian dan Pengembangan (Litbang) termasuk jasa bimbingan dan penyuluhan pertanian.

2. Perbaikan ketersediaan pasokan air bagi petani, termasuk pengeluaran untuk irigasi yang lebih besar.

3. Penyusunan jangka panjang untuk restrukturiasasi usaha tani.

4. Penganekaragaman sumber pembiayaan untuk usaha di pedesaan dengan memperluas cakupan Biro Kredit dan Sistem Informasi Peminjam.

5. Perbaikan peraturan Perundang-undangan tentang perlindungan lingkungan dan kehutanan.

6. Perbaikan tata kelola kebijakan di sektor petanian dan keterbukaan anggaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU

[X]
×