CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.880   0,00   0,00%
  • IDX 7.215   -94,11   -1,29%
  • KOMPAS100 1.103   -14,64   -1,31%
  • LQ45 876   -10,76   -1,21%
  • ISSI 218   -3,03   -1,37%
  • IDX30 448   -5,87   -1,29%
  • IDXHIDIV20 540   -6,91   -1,26%
  • IDX80 126   -1,77   -1,38%
  • IDXV30 135   -1,94   -1,41%
  • IDXQ30 149   -1,85   -1,22%

OECD sebut reformasi perpajakan di dunia semakin melambat


Senin, 09 September 2019 / 16:33 WIB
OECD sebut reformasi perpajakan di dunia semakin melambat
ILUSTRASI. Ilustrasi Pembayaran Pajak


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) menilai reformasi perpajakan di dunia mengalami perlambatan. Padahal, tantangan perpajakan masa depan makin besar dan kompleks sehingga membutuhkan aksi nyata dari otoritas negara-negara setempat. 

Dalam laporan terbarunya, Tax Policy Reforms 2019 yang dikutip Senin (9/9), OECD menjelaskan reformasi perpajakan yang komprehensif sepanjang tahun ini lebih sedikit dari tahun-tahun sebelumnya.

Baca Juga: Perang dagang AS-China pengaruhi penurunan ICP Agustus jadi UUS$ 57,27 per barel

Laporan tersebut merangkum reformasi pajak terbaru di semua negara OECD, juga di Argentina, Indonesia dan Afrika Selatan.

Reformasi pajak paling komprehensif dan signifikan, menurut OECD, dijalankan oleh Belanda. Selain itu, ada juga Lithuania yang dengan reformasi pajak tenaga kerja, Australia dengan reformasi pajak penghasilan (PPh) pribadi, Italia dengan reformasi PPh Badan, serta Polandia yang mereformasi PPh pribadi maupun badan. 

Di luar negara-negara tersebut, Direktur Pusat Kebijakan dan Administrasi Pajak OECD Pascal Saint-Amans melihat reformasi pajak terbilang kurang signifikan dan berjalan lambat di tahun ini.

Padahal saat ini, negara-negara menghadapi banyak tantangan besar, seperti melemahnya pertumbuhan ekonomi, populasi yang menua, ketimpangan pendapatan dan kekayaan, sifat pekerjaan yang berubah dan perubahan iklim.

“Dengan keinginan untuk meningkatkan pertumbuhan, reformasi pajak struktural tampaknya mulai berkurang. Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, jelas diperlukan tindakan yang lebih berani,” ujar Pascal dalam laporan tersebut.

Beberapa bentuk reformasi pajak seperti penurunan tarif PPh Badan, misalnya, dinilai OECD memang terus berlanjut di berbagai. negara. Namun, penurunan tarif pajak perusahaan yang signifikan hanya terjadi pada negara yang memang memiliki tarif pajak tinggi dan dilakukan dalam rangka penyesuaian dengan tren tarif pajak perusahaan di dunia yang merendah.

Baca Juga: RUU reformasi perpajakan singgung ekonomi digital, ini kata pengamat pajak

Laporan tersebut juga melihat beberapa negara melanjutkan reformasi dengan upaya penurunan tarif pajak orang pribadi, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan lanjut usia. Perluasan insentif pajak juga dilakukan untuk mendukung masyarakat. 

Terkait upaya memerangi penghindaran pajak perusahaan, makin banyak negara mengadopsi reformasi sesuai OECD/G20 Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) project.

Namun, tantangan pajak kini timbul dari digitalisasi ekonomi yang menimbulkan kekhawatiran baru dan membuat negara-negara menciptakan aturan sepihak sembari menunggu solusi multilateral berbasis konsensus yang tengah digodok. 

OECD juga melihat, belum banyak reformasi yang mengutilisasi pajak properti. Padahal potensi peningkatan pendapatan dan ekuitas di sektor tersebut cukup besar. 

Reformasi pajak yang mendukung perlindungan lingkungan juga dinilai lambat. Bahkan, beberapa negara tercatat menurunkan tarif pajak energi sehingga bertentangan dengan tujuan pelestarian lingkungan. 

Baca Juga: Perang dagang menekan harga ICP bulan Agustus ke level US$ 57,27 per barel

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×