kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.239.000   4.000   0,18%
  • USD/IDR 16.580   -32,00   -0,19%
  • IDX 8.118   47,22   0,59%
  • KOMPAS100 1.119   4,03   0,36%
  • LQ45 785   1,90   0,24%
  • ISSI 286   2,08   0,73%
  • IDX30 412   0,93   0,23%
  • IDXHIDIV20 467   0,39   0,08%
  • IDX80 123   0,45   0,36%
  • IDXV30 133   0,76   0,57%
  • IDXQ30 130   0,07   0,05%

Novel Trilogi Refleksi 60 Tahun G30S, Yusron Ihza Ingin Luruskan Sejarah Kelam Bangsa


Senin, 06 Oktober 2025 / 01:43 WIB
Novel Trilogi Refleksi 60 Tahun G30S, Yusron Ihza Ingin Luruskan Sejarah Kelam Bangsa
ILUSTRASI. Ucapan Hari Buku Nasional 2023. 


Reporter: Kendra Bagaskara | Editor: Sandy Baskoro

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peristiwa G30S yang meletup pada tahun 1965 belum tuntas didiskusikan dan masih menjadi perdebatan Panjang hingga kini. Dialektika ini mendorong Mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Jepang, Yusron Ihza Mahendra, untuk meluncurkan novel sejarah bertajuk Trilogi Refleksi 60 Tahun G30S.

Melalui tiga bukunya, Yusron ingin meluruskan sekaligus membuka ruang tafsir baru atas tragedi 1965. "Tujuan saya menulis ini, saya ingin meluruskan sejarah. Apa sebenarnya G30S itu? kenapa dia terjadi? Dan apa implikasinya terhadap kehidupan kita sekarang?" kata Yusron saat memberikan sambutan dalam acara peluncuran buku di Gedung Kompas Institute, Palmerah, Jakarta, Selasa (30/9) pekan lalu.

Baca Juga: 10 Buku Ini Kunci Kelas Menengah Raih Kebebasan Finansial!

Tiga novel Trilogi Refleksi 60 Tahun G30S karya Yusron berjudul Irian Barat, Nyanyian Bangsa Cacing dan Nyanyian Bisu. 

Yusron melihat bahwa G30S bukanlah peristiwa tunggal, melainkan serangkaian dan bagian dari agenda besar penggulingan Presiden Pertama RI, Soekarno, di Jakarta. Ia lantas mengaitkannya dengan peristiwa pembunuhan Presiden AS John F Kennedy di Dallas. "Saya tulis kisah itu di novel berjudul Irian Barat," tutur dia.

Melalui perjalanan tokoh Tamsil dan Taf -- dari ruang interogasi, lorong laboratorium, hingga meja para penguasa—panggung sejarah dibuka, menampilkan bagaimana propaganda bekerja layaknya musik: terdengar merdu namun sering kali menyesatkan. Pada akhirnya, kisah ini menuju pada datangnya cahaya, momen ketika kebenaran tak lagi bisa dibungkam.

Baca Juga: Ini Daftar 5 Buku Feminis Wajib Baca, Ada yang dari Korea

Novel karya Yusron Ihza tidak hanya menjadi rangkaian kisah sejarah, melainkan juga ajakan untuk menelusuri kembali ingatan kolektif bangsa. Lewat alur yang bergerak dari ruang interogasi hingga ruang kekuasaan, karya ini menggugah pembaca untuk mempertanyakan narasi besar yang diwariskan selama puluhan tahun. 

Dengan menyoroti perjalanan dari Irian Barat, Nyanyian Bangsa Cacing, hingga Nyanyian Bisu, novel tersebut mengajak pembaca menembus kabut propaganda dan mendengarkan kembali suara-suara yang pernah dibungkam. Lebih dari itu, karya ini menyulut keberanian untuk melihat kebenaran yang selama ini berusaha disembunyikan, namun pada akhirnya tak dapat dibungkam selamanya.

Menurut Yusron, PKI adalah korban dari rangkaian peristiwa G30S. "Saya tidak mengatakan, PKI tidak bersalah, Aidit tidak terlibat. Saya katakan, PKI dan Aidit terlibat, namun bukan beliau tokoh utamanya," ucap Yusron.

Baca Juga: Raih Kebebasan Finansial: 10 Buku Strategi Pendapatan Pasif Terbaik

Ilham Aidit, putra tokoh PKI Dipa Nusantara (DN) Aidit turut hadir dalam diskusi Trilogi Refleksi 60 Tahun G30S. Dalam kesempatan tersebut, Ilham menyambut baik terbitnya novel karya Yusron Ihza yang memberikan perspektif berbeda dari narasi tunggal yang berkembang selama ini. "Saya senang banyak orang mulai berbicara tentang G30S. Kalo saya yang bicara, orang enggak heran. Tapi kalo Yusron, yang enggak ada hubungannya, bahkan dia orang Masyumi, maka ini menarik. Artinya, lagunya sama, penyanyinya banyak, bahwa ada yang enggak benar. Sekarang penyanyinya bukan saya lagi, tapi bang Yusron," ucap Ilham.

Menurut dia, setelah peristiwa G30S, ada peristiwa yang tak kalah dahsyat dan luput dari potret sejarah bangsa. Setidaknya ada beberapa fragmen setelah kejadian tersebut yang seolah hilang dari ingatan kolektif bangsa, seperti pengejaran, penangkapan, pemenjaraan hingga pembunuhan. "Orang sering lupa. Bahkan beberapa fragmen ini yang tak pernah dituliskan dalam sejarah kita," tutur Ilham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×