Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah mencatat surplus US$ 1,74 miliar, neraca perdagangan Indonesia Juli tahun ini diperkirakan surplus. Sayangnya, tren surplus tersebut juga diperkirakan tak berlanjut. Makanya, neraca dagang di akhir tahun diperkirakan akan mencatat defisit yang cukup besar.
Head of Industry and Regional Research Department Office of Chief Economist Bank Mandiri Dendi Ramdani mengatakan, impor di bulan ini kemungkinan agak melambat sejalan dengan usainya musim lebaran. Tapi, "Di bulan berikutnya balik lagi defisit," kata Dendi kepada KONTAN, Senin (17/6) malam.
Meski demikian, Dendi melihat kinerja impor, khususnya impor nonmigas tahun ini sangat kencang sejalan dengan akselerasi ekonomi, setelah investasi cukup tertahan di tahun 2015 hingga 2017 karena rendahnya harga komoditas. Di sisi lain, impor migas juga cukup besar, sejalan dengan kenaikan harga minyak mentah. Dengan demikian, total impor juga akan meningkat.
Dari sisi ekspor, harga beberapa komoditas utama Indonesia mengalami stagnasi, seperti karet. Sebab, ada temuan bahwa kualitas karet sintetis mirip dengan karet alam. Begitu juga dengan CPO yang mengalami hambatan perdagangan di Eropa dan India.
"Kemungkinan besar ekspor tumbuh enggak sekencang impor. Sehingga defisit neraca perdagangannya juga kemungkinan agak membesar," tambah Dendi. Pihaknya memperkirakan, defisit neraca dagang di akhir tahun bisa mencapai US$ 17,8 miliar.
Dendi juga menilai, rencana pemerintah untuk menyeleksi impor untuk menekan defisit transaksi berjalan (current account deficit atau CAD) bukan solusi. Sebab, impor Indonesia masih didominasi oleh impor bahan baku atau penolong yang justru menopang ekonomi. Sementara impor barang konsumsi, hanya sedikit.
"Harusnya impor tidak apa-apa. Eksporlah yang didorong," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News