kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.875   5,00   0,03%
  • IDX 7.314   118,54   1,65%
  • KOMPAS100 1.121   16,95   1,53%
  • LQ45 892   14,50   1,65%
  • ISSI 223   2,40   1,09%
  • IDX30 459   10,01   2,23%
  • IDXHIDIV20 553   13,38   2,48%
  • IDX80 129   1,38   1,09%
  • IDXV30 137   2,73   2,03%
  • IDXQ30 152   3,22   2,16%

Nasib anggota DPR kembali ke tangan presiden


Selasa, 22 September 2015 / 16:03 WIB
Nasib anggota DPR kembali ke tangan presiden


Reporter: Agus Triyono | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Keinginan legislator untuk memperketat syarat ijin pemeriksaan anggota DPR oleh aparat penegak hukum kandas.

Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menyatakan, Pasal 245 UU MD3 yang mengatur syarat penyidikan anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan bertentangan dengan UUD 1945 dan karena itu harus dibatalkan.

MK dalam sidang putusan yang digelar Selasa (22/9), menyatakan, pengetatan syarat pemeriksaan anggota DPR tersebut, bertentangan dengan prinsip persamaan hak warga negara di bidang hukum dan pemerintahan.

Pengetatan syarat tersebut juga bisa berpotensi menghambat proses hukum bagi anggota DPR yang diduga melakukan kejahatan.

Bukan hanya itu saja, MK dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Hakim Konstotusi, Wahidudin Adam mengatakan, aturan pengetatan syarat pemeriksaan anggota DPR yang mengharuskan ijin dari Majelis Kehormatan Dewan juga tidak tepat.

Menurut MK, Majelis Kehormatan Dewan hanya alat kelengkapan DPR dan lembaga etik.

"Itu tidak punya hubungan langsung dengan sistem peradilan pidana, proses penguisian anggota yang bersifat dari anggota juga menimbulkan konflik kepentingan," kata Wahidudin di Gedung MK Selasa (22/9).

MK kata Wahidudin memandang, pemeriksaan anggota DPR tersangkut masalah hukum harus diberikan ke presiden.

"Upaya ini penting untuk menegakkan fungsi check and balances antara legislatif dan eksekutif," katanya.

Sejumlah organisasi masyarakat sipil, salah satunya, Masyarakat Pembaruan Peradilan Pidana beberpaa waktu lalu menggugat UU MD3.

Salah satu ketentuan yang mereka gugat dalam uu tersebut adalah ketentuan mengenai syarat pemeriksaan anggota DPR yang diatur dalam Pasal 245.

Erasmus Napitupulu, kuasa organisasi tersebut menilai bahwa ketentuan yang terdapat dalam pasal tersebut berpotensi menghambat kinerja aparat penegak hukum dalam menegakkan hukum.

Sebab, dengan ketentuan tersebut, setiap penegak hukum yang akan menyidik anggota DPR terkait tindak pidana harus dihadapkan pada proses berbelit- belit.

Mereka harus mendapat persetujuan dari Majelis Kehormatan Dewan untuk bisa memeriksa anggota DPR.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×