Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan mencatat, sampai dengan November 2022 posisi utang Indonesia mencapai Rp 7.554,25 triliun atau setara dengan 38,65% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Melansir dari Buku APBN KITA Edisi Desember 2022, secara nominal, posisi utang tersebut meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Posisi utang tersebut bertambah Rp 57,55 triliun jika dibandingkan dengan posisi utang pada Oktober 2022 yang sebesar Rp 7.496,7 triliun.
“Pemerintah berkomitmen untuk terus mengelola utang dengan hatihati. Rasio utang terhadap PDB dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal,” jelas laporan dalam Buku APBN KITA Edisi Desember 2022, yang dikutip Minggu (25/12).
Baca Juga: Nafsu Berutang Direm, Anggaran Negara Sehat
Untuk menjaga akuntabilitas pengelolaan utang, pemerintah akan selalu mengacu kepada peraturan perundangan dalam kerangka pelaksanaan APBN, yang direncanakan bersama DPR, disetujui dan dimonitor oleh DPR, serta diperiksa dan diaudit oleh BPK.
Secara rinci, pada periode laporan utang pemerintah didominasi oleh instrumen Surat Berharga Negara (SBN) sebanyak 88,66% dan 11,34% berupa pinjaman.
Secara nilai, SBN hingga 30 November 2022 tercatat sebesar Rp 6.697,83 triliun. SBN tersebut terdiri dari dalam bentuk domestik sebesar Rp 5.297,81 triliun, yang mencakup Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 4.317,74 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 980,08 triliun.
Kemudian, SBN dalam bentuk valuta asing (valas) atau berdenominasi dolar AS sebesar Rp 1.400,02 triliun, yang terdiri dari SUN sebesar Rp 1.066,68 triliun dan SBSN Rp 333,24 triliun.
Dengan strategi utang yang memprioritaskan penerbitan dalam mata uang rupiah, porsi utang dengan mata uang asing ke depan diperkirakan akan terus menurun dan risiko nilai tukar dapat makin terjaga.
Sementara itu, kepemilikan SBN saat ini didominasi oleh Perbankan dan diikuti Bank Indonesia, sedangkan kepemilikan investor asing terus menurun sejak tahun 2019 yang mencapai 38,57% hingga akhir tahun 2021 tercatat 19,05%, dan per 15 Desember 2022 mencapai 14,64%.
Hal tersebut menunjukkan upaya pemerintah yang konsisten dalam rangka mencapai kemandirian pembiayaan dan didukung likuiitas domestik yang cukup. Kendati demikian, Kementerian Keuangan menyebut, dampak normalisasi kebijakan moneter terhadap pasar SBN tetap masih perlu diwaspadai.
Baca Juga: Realisasi Pembiayaan Utang Turun 24,3%, Sri Mulyani: Cerminkan Kesehatan APBN
Lebih lanjut, jumlah utang yang berasal dari pinjaman hingga November tercatat sebesar Rp 856,42 triliun, terdiir dari pinjaman dalam negeri Rp 17,52 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 838,9 triliun.
Adapun untuk pinjaman luar negeri, di antaranya pinjaman bilateral sebesar Rp 278,06 triliun, multilateral sebesar Rp 510,35 triliun, serta commercial banks sebesar Rp 50,49 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News