kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Muncul Kuota Pelayanan BPJS Kesehatan, Ombudsman: Lantaran Tak Ada Standardisasi


Selasa, 28 Februari 2023 / 20:05 WIB
Muncul Kuota Pelayanan BPJS Kesehatan, Ombudsman: Lantaran Tak Ada Standardisasi
ILUSTRASI. Pegawai melayani pasien peserta BPJS Kesehatan di RSUD Kabupaten Ciamis, Jawa Barat,


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ombudsman RI mengungkap banyaknya pengaduan terkait praktik pembatasan "kuota" pelayanan bagi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan dalam fasilitas Kesehatan (Faskes).

Asisten Ombudsman RI, Belinda W. Dewanty mengatakan, salah satu penyebab adanya praktik tersebut lantaran pemerintah tidak memberikan standarisiasi atau regulasi yang mengatur bagaimana rumah sakit atau puskesmas dalam melayani setiap pasien BPJS.

"Kuota terjadi karena tidak ada standardisasi sehingga Rumah Sakit menerapkan kuota supaya dilayani hanya dengan bagian-bagian tertentu," kata Belinda dalam diskusi publik secara virtual, Selasa (28/2).

Baca Juga: Ombudsman Ungkap Ada 700 Aduan Masyarakat Tentang BPJS Kesehatan Sejak 2021-2022

Tidak adanya standarisiasi ini menurutnya juga melahirkan diskriminasi bahwa fasilitas kesehatan (faskes) tertentu yang memiliki pelayanan khusus terhadap pelayanan peserta BPJS Kesehatan.

Misalnya Faskes khusus jantung atau mata yang menerapkan pembatasan kuota layanan BPJS kesehatan hanya 10-20 pasien saja.

"Tidak adanya standarisiasi ada pihak pihak terdiskriminasi karena semestinya tidak boleh ada penolakan pelayan bagi seluruh warga indonesia baik mereka yang mengakses pelayanan menggunakan BPJS, asuransi maupun mandiri," papar Belinda.

Selain itu Ombudsman menilai adanya kuota pelayanan ini karena adanya pengabaian kewajiban umum dan penyimpangan prosedur yang dilakukan oleh Badan Pengawas rumah sakit (BPRS).

Menurutnya, BPRS semestinya melakukan audit secara internal secara masih untuk memastikan penyelenggaraan pelayanan publik agar berjalan maksimal.

Hal ini menurutnya diperparah lantaran tidak semua provinsi memiliki BPRS. Sehingga fungsi pengawasan, pemeriksaan dan evaluasi tidak berjalan optimal.

Baca Juga: PeduliLindungi Berganti Nama dan Fungsi, Ini Penjelasan Kemenkes

Terkait hal ini, menurutnya pemerintah perlu meningkatkan fungsi dinas kesehatan maupun suku dinas yang ada dikabupaten untuk mengambil alih operasional BPRS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×