CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.925   -34,00   -0,21%
  • IDX 7.137   -77,78   -1,08%
  • KOMPAS100 1.092   -10,78   -0,98%
  • LQ45 871   -4,94   -0,56%
  • ISSI 215   -3,31   -1,52%
  • IDX30 446   -2,03   -0,45%
  • IDXHIDIV20 539   -0,53   -0,10%
  • IDX80 125   -1,22   -0,96%
  • IDXV30 135   -0,43   -0,32%
  • IDXQ30 149   -0,44   -0,29%

Muhammadiyah minta Tax Amnesty ditangguhkan


Rabu, 31 Agustus 2016 / 19:14 WIB
Muhammadiyah minta Tax Amnesty ditangguhkan


Reporter: Hasyim Ashari | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Pengurus Pusat Muhammadiyah meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menangguhkan implementasi undang-undang pengampunan pajak atau Tax Amnesty. Alasannya, masih banyak masyarakat yang bingung dan pegawai pajak yang tidak siap.

Ketua Bidang Hukum PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas mengungkapkan dalam rapat kerja nasional majlis hukum dan HAM Muhammadiyah yang dihadiri oleh seluruh cabang dan dekan fakultas hukum universitas Muhammadiyah, ternyata banyak keresahan di daerah mengenai implementasi Tax Amnesty.

Ternyata, implementasi yang ada di lapangan itu sangat jauh berbeda dengan apa yang telah disampaikan oleh Presiden Jokowi. Kemudian undang-undang ini juga sudah menyeleweng dari tujuan utamanya yaitu untuk mengembalikan aset yang ada di luar negeri. Faktanya, masyarakat kecil khusunya UMKM yang menjadi sasaran.

"Kita akan memberikan peringatan kepada pemerintah agar undang-undang ini sebaiknya ditunda dulu pelaksanaanya atau ditangguhkan sambil menunggu laporan-laporan dari masyarakat dan melakukan evaluasi menyeluruh," ujar Busyro di Kantor Pusat Dawkah Muhammadiyah Rabu (31/8).

Dahnil Azhar Simanjuntak, Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah menegaskan, alasana lain permintaan ditangguhkan adalah karena antara undang-undang dan Peraturan Menteri Keuangan, serta pelaksanaan sangat berbeda. "Ada ketidaksinkornan," ungkapnya.

Contohnya, dalam undang-undang tersebut yang menjadi klausul adalan pengampunan pajak. Namun dalam PMK sangat sedikit kalusul terkait pengampunan, kemudian pada praktiknya, masyarakat khususnya UMKM yang taat membayar pajak justru yang menjadi sasaran program ini.

"Para UMKM itu didorong terus untuk mengikuti Tax Amnesty. Sehingga para pelaku UMKM merasa resah, sedangkan para pembisnis besar tidak diperlakukan seperti itu," ungkapnya.

Selanjutnya, Ketua Forum Komunikasi Pengusaha Kecil Menengah Indonesia (FKPKMI) Arwan Simanjuntak bahwa pegawai pajak belum siap melaksanakan program pengampunan pajak pasalnya anatara pegawai pajak berbeda pemehamannya. "Petugas pajak ada yang tidak paham maksud dengan harta. Ada yang mengatakan piutang bukan bagian dari harta, padahal di PMK itu tercantum," jelasnya.

Kemudian terkait klausul UMKM dalam aturan Tax Amnesty juga berbeda dengan devinisi UMKM dalam undang-undan no 20/2008 tentang UMKM. Kriteria Mikro, memiliki aset Rp 50 juta dan omset Rp 300 juta, kriteria Kecil aset Rp 500 juta dan omset 2,5 miliar, kriteria menengah aset 10 miliar dan omset 50 miliar. "Dalam Tax Amneaty UMKM disamakan dengan pengusaha besar. Omset 4,8 miliar masuk pengusaha besar," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×