Reporter: kompas.com | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - MAGELANG. Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Muhaimin Iskandar, mengakui standar garis kemiskinan nasional sebaiknya diubah dan mengacu pada standar Bank Dunia, bukan Badan Pusat Statistik.
Bank Dunia memperkirakan lebih dari 60,3 persen penduduk Indonesia, sekitar 171,8 juta jiwa, hidup di bawah garis kemiskinan pada 2024.
Angka ini jauh di atas data BPS yang mencatat tingkat kemiskinan hanya 8,57 persen atau sekitar 24,06 juta jiwa per September 2024.
"Idealnya (mengacu) World Bank," ujar Muhaimin di Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam Asri Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah, Senin (23/6/2025).
Baca Juga: Cak Imin: Presiden Prabowo Ingin Penanggulangan Kemiskinan Dilakukan Secepatnya
Kendati demikian, Muhaimin tidak mempermasalahkan apabila pemerintah tetap mempertahankan standar garis kemiskinan yang selama ini digunakan oleh BPS.
"Standar BPS saja kami masih harus kerja keras, apalagi standar World Bank harus lebih kerja keras lagi," lanjutnya.
Muhaimin menambahkan bahwa Presiden Prabowo Subianto tidak memiliki keinginan untuk mengubah standar garis kemiskinan yang telah digunakan sejak 1998.
"Enggak ada (keinginan Prabowo). Buat saya dan pemerintah, standar itu target kerja," katanya.
Garis Kemiskinan Bank Dunia vs BPS Berdasarkan laporan June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform, Bank Dunia menaikkan garis kemiskinan internasional dengan menggunakan basis Purchasing Power Parity (PPP) 2021, menggantikan PPP 2017.
Untuk negara berpendapatan menengah ke atas seperti Indonesia, standar garis kemiskinan naik dari US $6,85 menjadi US $8,30 per kapita per hari, atau sekitar Rp 1,51 juta per bulan.
Sementara versi BPS masih menggunakan metode cost of basic needs (CBN), dengan pengeluaran minimum yang jauh lebih rendah, yakni Rp 595.242 per kapita per bulan.
Kajian IDEAS dan DEN: Standar Terlalu Rendah
Peneliti IDEAS (Institute for Demographic and Affluence Studies), Agung Pardini, menilai standar kemiskinan Indonesia sudah waktunya direvisi.
Garis kemiskinan nasional belum pernah diubah sejak 1998. Simulasi IDEAS menyebut, jika standar dinaikkan ke Rp 758.000 per kapita per bulan, jumlah penduduk miskin akan jauh lebih tinggi dan pengeluaran minimum rumah tangga miskin bisa mencapai Rp 3,5 juta per bulan.
Namun, perubahan ini akan berdampak besar pada alokasi anggaran negara, terutama untuk program bantuan sosial.
Kajian serupa tengah dilakukan oleh Dewan Ekonomi Nasional (DEN).
Anggota DEN Arief Anshory Yusuf mengusulkan agar garis kemiskinan nasional dinaikkan ke Rp 765.000 per kapita per bulan.
"Dengan jarak kurang dari Rp 50.000 per bulan (dari garis kemiskinan ekstrem internasional), ini memberi sinyal bahwa standar nasional kita terlalu rendah untuk negara berpendapatan menengah seperti Indonesia," kata Arief.
Ia menegaskan, standar yang terlalu rendah dapat menciptakan ilusi kemajuan, yang berisiko menyesatkan arah kebijakan dan tidak mencerminkan kondisi riil masyarakat.
Baca Juga: Cak Imin: Presiden Ingin Penanggulangan Kemiskinan Dilakukan Secepatnya
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Muhaimin Ingin Garis Kemiskinan Diubah: Idealnya Standar World Bank", Klik untuk baca: https://regional.kompas.com/read/2025/06/23/175248778/muhaimin-ingin-garis-kemiskinan-diubah-idealnya-standar-world-bank.
Selanjutnya: Israel Serang 6 Bandara Militer Iran, Hancurkan 15 Pesawat Tempur!
Menarik Dibaca: 5 Zodiak Paling Manipulatif yang Pandai Memengaruhi Orang Lain, Siapa Saja?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News