Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melaporkan, memasuki kuartal III-2022, aliran modal asing keluar dari Indonesia (net outflow) telah mencapai US$ 2,05 miliar. Adapun tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global menjadi penyebab dana asing terus mengalir keluar.
"Memasuki triwulan ketiga yaitu pada bulan Juli hingga 28 Juli, investasi portofolio mencatat net outflow sebesar US$ 2,05 miliar. Hal ini sejalan dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi," ujar Menteri Keuangan sekaligus Ketua KSSK Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (1/8).
Ia menyebut, pada kuartal II-2022 Indonesia mencatatkan aliran modal masuk (net inflow) sebesar US$ 0,2 miliar. Namun, memasuki kuartal III-2022, terjadi net outflow sebesar US$ 2,05 miliar.
Ketidakpastian di pasar keuangan global akibat tingginya inflasi di negara maju dan adanya pengetatan kebijakan moneter tersebut membuat aliran modal asing keluar, khususnya investasi portofolio. Alhasil, hal tersebut juga berimbas kepada sisi nilai tukar Rupiah.
Baca Juga: KSSK: Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Masih Terjaga
Sri Mulyani mengatakan, tekanan terhadap nilai tukar rupiah yang meningkat, sebagaimana juga dialami oleh seluruh mata uang negara di seluruh dunia terhadap dolar Amerika Serikat (AS), terjadi di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Hingga 28 Juli 2022, Sri Mulyani menyampaikan bahwa nilai tukar rupiah mengalami pelemahan 4,55% year to date. Meskipun demikian, pelemahan tersebut tidak setinggi dengan berbagai mata uang di negara lain.
"Pelemahan 4,55% ytd dari rupiah lebih baik apabila dibandingkan dengan pelemahan atau depresiasi berbagai mata uang di kawasan lain," katanya.
Sri Mulyani memaparkan, sepanjang tahun berjalan, ringgit Malaysia mengalami pelemahan 6,46%, rupee India melemah 6,80%, dan baht Thailand melemah 9,24%.
Sementara itu, berbagai negara terutama Amerika Serikat (AS) telah merespons naik dan tingginya inflasi dengan menetapkan kebijakan moneter dan juga lebih agresif di dalam meningkatkan suku bunganya, sehingga menyebabkan pemulihan ekonomi di AS tertahan.
Baca Juga: Resmi Dilantik, Ini Harapan Sri Mulyani Kepada DK OJK Baru
Kondisi tersebut juga meningkatkan terjadinya fenomena stagflasi, yaitu inflasi tinggi yang dikombinasikan dengan kondisi perekonomian yang melemah. Namun dirinya optimis, perbaikan perekonomian domestik pada kuartal II-2022 di Indonesia masih akan terus berlanjut pada kuartal berikutnya.
"Ini terutama dari perekonomian dalam negeri atau Indonesia, perbaikan dari perekonomiannya ditopang oleh meningkatnya konsumsi dan investasi serta kinerja ekspor," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News