Reporter: Agus Triyono, Benediktus Krisna Yogatama, Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Keinginan Dewan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan sejumlah elemen masyarakat untuk mencegah menguatnya peran swasta dalam pengelolaan sumber daya air di dalam negeri dengan menggugat Undang-Undang (UU) No 7/2004 tentang Sumber Daya Air ke Mahkamah Konstitusi (MK) berhasil. Dalam sidang putusan yang dibacakan Rabu (18/2) kemarin, MK akhirnya mengabulkan gugatan uji materi itu dan membatalkan seluruh isi UU Sumber Daya Air.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa UU Sumber Daya Air tidak menampakkan roh atas hak pengusahaan air oleh negara seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945. Padahal, kata MK, air adalah unsur penting dan mendasar bagi kehidupan masyarakat. Akses terhadap air adalah bagian dari hak asasi manusia sehingga negara wajib menghormati, melindungi, dan memenuhinya.
MK menilai UU Sumber Daya Air dan enam peraturan pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksana UU itu, salah satunya Peraturan Pemerintah No 16/2005 tentang Sistem Penyediaan Air Minum tidak memenuhi prinsip dasar pengelolaan sumber daya air. "Menimbang, oleh karena itu UU Sumber Daya Air dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945," kata Hakim Konstitusi Aswanto.
Nah, untuk mencegah terjadinya kekosongan pengaturan mengenai pemanfaatan sumber daya air, MK juga memerintahkan agar UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan diberlakukan kembali.
Catatan saja, PP Muhammadiyah bersama sejumlah tokoh masyarakat pada 2013 memohon uji materi UU Sumber Daya Air. Para penggugat menilai sejumlah pasal di beleid ini membuka peluang privatisasi dan komersialisasi air. Beberapa ketentuan dalam UU ini juga dikhawatirkan menimbulkan konflik masyarakat dengan pelaku bisnis.
Dampak ke pebisnis
Kuasa hukum PP Muhammadiyah Ibnu Sina Chandranegara menilai, putusan MK telah memberi batasan tegas terhadap penguasaan air. Misalnya terkait pengusahaan air yang tidak boleh mengganggu hak rakyat atas air. "Pengaturan yang ada saat ini belum baik. Dengan rumusan batasan ini kami harap ke depan aturan pengusahaan air bisa diperketat," ujarnya.
Direktur PT Tirta Investama Troy Pantouw menyatakan, Tirta Investama memahami keputusan ini. Tapi, "Kami harap keputusan ini jangan sampai mematikan industri air minum kemasan. Justru seharusnya bisa membuat persaingan di industri ini menjadi lebih sehat," ungkapnya, kepada KONTAN Kamis (19/2).
Kini, perusahaan pengusung merek AQUA ini tengah mengkaji dampak putusan MK ini. Troy menyatakan, AQUA akan berkomunikasi dengan Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) dan berkoordinasi dengan pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News