Reporter: Agus Triyono | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diajukan oleh Bachtiar Abdul Fatah, General Manager Sumatera Light South PT Chevron Pacific Indonesia yang menjadi terpidana kasus korupsi proyek normalisasi lahan tercemar PT Chevron. MK menyatakan bahwa seluruh dalil gugatan yang diajukan oleh Bachtiar beralasan menurut hukum.
Sebagai catatan saja, Bachtiar beberapa waktu lalu menggugat tiga pasal yang terkandung dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pertama, Pasal 59 ayat 4 yang mengatur bahwa pengelolaan limbah B3 wajib mendapatkan ijin dari menteri, gubernur, bupati atau walikota.
Kedua, Pasal 95 ayat 1 yang mengatur bahwa penengakan hukum terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat dilakukan penegak hukum terpadu antara penyidik pegawai negeri sipil, kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasi menteri. Dan ketiga, Pasal 102 yang mengatur sanksi pidana dan denda bagi pengelolaan limbah B3 tanpa ijin.
Maqdir Ismail, kuasa hukum Bachtiar mengatakan bahwa ketiga ketentuan tersebut telah menimbulkan masalah bagi kliennya. Sebab karena ketentuan- ketentuan tersebut kliennya diperlakukan secara semena- mena oleh Kejaksaan Agung. Lembaga tersebut menuduh Chevron telah melakukan proses normalisasi lahan tercemar alias bioremediasi fiktif dan merugikan keuangan negara US$ 23,36 juta tanpa berkoordinasi dengan pihak yang terkait dengan proses perizinan.
Padahal, kata Maqdir, saat tuduhan itu dilayangkan, Chevron sedang mengurus perpanjangan izin normalisasi ke pemerintah.
Pertimbangan MK
Berkaitan dengan izin, MK dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Patrialis Akbar, Hakim Konstitusi mengatakan bahwa subyek hukum yang belum memperoleh, tapi sedang mengajukan izin, dan izinnya sedang diproses sesungguhnya telah memperoleh izin. Begitu pula, sebuah subyek hukum yang telah memperoleh izin, tetapi telah berakhir dan berupaya mengajukan perpanjangan izin secara materiil harus juga dianggap telah memperoleh izin.
"Berdasar penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," kata Arief Hidayat, Ketua MK saat membacakan putusannya di Gedung MK Rabu (21/1).
Maqdir mengatakan, bahwa pihaknya menyambut positif putusan MK tersebut. Oleh karena itulah pihaknya akan menggunakan putusan tersebut sebagai bukti baru atau novum untuk pengajukan peninjauan kembali atas kasus yang membuat kliennya menjadi terpidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News