Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Fungsi pengawasan terhadap Mahkamah Konstitusi perlu dihidupkan kembali, tidak hanya oleh Komisi Yudisial, tetapi juga oleh lembaga lain. MK pun diminta untuk melakukan audit internal dan eksternal.
"Dalam fase konsolidasi yang sedang dilakukan MK saat ini, saya berharap MK melakukan audit internal," ujar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kantor kepresidenan, Sabtu (5/10/2013).
Presiden hari ini melakukan pertemuan dengan enam pimpinan lembaga yakni Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua DPD, Ketua MA, Ketua KY, dan Ketua BPK. Agenda pertemuan itu adalah membahas solusi penyelesaian kasus suap yang menimpa Ketua MK Akil Mochtar.
Pada pertemuan itu, kata SBY, pimpinan lembaga negara juga berpendapat perlunya audit eksternal terhadap MK. Audit tersebut dilakukan oleh lembaga negara yang memiliki kewenangan.
Semakin banyak yang mengawasi, kata Presiden, akan semakin baik. "Power must not go unchecked. Di Indonesia, kalau mau sehat mari kita pastikan lembaga mana pun harus ada yang mengawasi. Kalau tidak ada yang awasi, maka kekuasaan akan sangat mudah diselewengkan," imbuhnya.
Akil "menginap" di KPK sejak tertangkap tangan pada Rabu (2/10/2013) malam. Dia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan di Lebak, Banten.
Akil ditangkap di kediamannya bersama dengan Chairun Nisa dan Cornelis. Dari rumah Akil, KPK menyita uang yang nilainya sekitar Rp 3 miliar. Uang itu diduga diberikan oleh Chairun Nisa dan Cornelis kepada Akil terkait kepengurusan sengketa pilkada di Gunung Mas.
Untuk kasus Pilkada Gunung Mas, ada empat orang yang ditetapkan KPK sebagai tersangka. Selain Akil, Chairun Nisa, dan Cornelis, KPK menetapkan calon bupati petahana Pilkada Gunung Mas, Hambit Bintih, sebagai tersangka.
Kemudian, dalam kasus Pilkada Lebak, KPK kembali menetapkan Akil sebagai tersangka atas dugaan menerima uang. (Sabrina Asril/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News