Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana pemisahan Direkrotat Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) nampaknya semakin nyata. Berdasarkan informasi yang Kontan.co.id himpun, Presiden Joko Widodo akan membentuk Badan Penerimaan Pajak (BPP) dalam periode kepemerintahan ke depan.
Sebetulnya, pemerintah saat ini sudah mengajukan pembentukan BPP yang tertuang dalam Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang juga sudah melalui pembahasan dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI).
Baca Juga: Tokopedia optimistis kabinet baru dapat mengembangkan ekonomi digital
Bahkan, beleid tersebut sudah diajukan sejak Bambang Brodjonegoro menjabat sebagai Menteri Keuangan periode 2014-2016. Sayangnya, sampai saat ini RUU tersebut belum juga disahkan.
Pengamat Pajak Danny Darussalam Taxation Center (DDTC) Darusalam menilai, pembentukan BPP sebagai realisasi pemisahan DJP dari Kemenkeu adalah suatu kebutuhan dalam reformasi pajak Indonesia.
“DJP sebagai lembaga yang selama ini berperan dalam memberikan kontribusi sekitar 70% bagi penerimaan pajak sudah seharusnya naik kelas sejajar dengan kementerian dan bukannya selevel eselon satu seperti selama ini,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Senin (21/10).
Baca Juga: Jokowi akan rilis nama-nama kabinet baru pagi ini, simak bocorannya
Sehingga, menurutnya dengan kehadiran BPP kelembagaan menjadi semi independen tidak terpaku pada birokrasi pemerintah yang kaku dan lamban. BPP mempunyai diskresi atas keuangan, Sumber Daya Manusia (SDM), dan bentuk organisasi.
Harapan Darussalam, BPP diperlukan untuk memecah kebuntuan penerimaan pajak yang selama ini sejak 2008 tidak pernah mencapai target. “Saran saya kepala BPP berbentuk komisioner, seperti KPK. Bentuk Komisioner ini banyak diadopsi oleh banyak negara,” ujar Darusalam.
Baca Juga: Tiga menteri ini masih mendampingi Jokowi menerima tamu negara
Darussalam menilai, skema struktur organisasi di BPP perlu ada komisioner yang mencakup perwakilan dari pengusaha, asosiasi, akademisi, dan pemerintah. Sehingga, komisioner BPP merupakan representasi dari beberapa stakeholder.
“Tetapi perlu diingat BPP tetap harus koordinasi dengan Kemenkeu, makanya BPP ini lembaga semi independen dan bukan mutlak independen,” tukas Darussalam.
Di sisi lain, payung hukum BPP masih menebak-nebak, mengingat pengesahan RUU KUP yang berlarut-larut. Meski demikian, Darussalam berpendapat bila pemerintah ingin mempercepat reformasi kelembagaan perjajakan, BPP bisa berada dalam payung hukum Omnibus Law bidang perpajakan.
Baca Juga: Perkuat politik luar negeri, pemerintah resmikan Indonesian Aid
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News