Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nasib dana talangan penanganan dampak lumpur Sidoarjo, yang populer dengan sebutan lumpur Lapindo, mulai ada kejelasan. Pemerintah sudah menerima cicilan pembayaran dari PT Minarak Lapindo Jaya meski nilainya belum signifikan.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono bilang, Minarak Lapindo mulai mencicil dana talangan belum lama ini. "Tapi, saya lupa jumlahnya, belum sampai 10%," ungkap Basuki saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan beberapa waktu lalu.
Total kerugian akibat semburan lumpur Lapindo mencapai Rp 3,8 triliun. Namun, Minarak Lapindo hanya mampu membayar sebesar Rp 3,03 triliun. Nah, kekurangannya kemudian pemerintah talangi senilai Rp 827 miliar.
Dari kesepakatan pada 2015 lalu, Minarak Lapindo wajib mengganti dana talangan dari pemerintah itu dengan tenggat maksimal empat tahun plus bunga sebesar 4,8% per tahun. Kesepakatan ini lebih longgar dari usulan awal, yakni jatuh tempo pembayaran selama dua tahun saja.
Dalam kesepakatan tersebut, pemerintah memegang jaminan aset senilai Rp 2,8 triliun. Kebanyakan aset berupa tanah dari kawasan terdampak lumpur yang dibayar Minarak Lapindo.
Tapi, menjelang berakhirnya tenggat waktu pembayaran dana talangan, Minarak Lapindo mengajukan restrukturisasi kepada pemerintah. "Minarak Lapindo minta reschedule," ujar Basuki.
Cuma, Basuki belum memastikan, apakah pemerintah akan menyetujui permintaan tersebut. Yang jelas, dia mengapresiasi Minarak Lapindo yang mulai membayar cicilan dana talangan. Itu berarti, mereka ada itikad baik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku belum mendengar permintaan Minarak Lapindo itu. "Tapi, sudah ada perjanjian awal, memang seharusnya ada pembayaran dari perusahaan," ungkapnya saat ditemui di Gedung Pancasila Kementerian Luar Negerti, Jumat (1/6) lalu.
Sri Mulyani pun belum bisa memastikan, apakah pemerintah meluluskan permintaan restrukturisasi utang Minarak Lapindo. "Kami belum tahu, karena belum lihat isi suratnya," sebut Sri Mulyani.
Untuk membahas masalah ini, pemerintah harus rapat antarkementerian. Sejauh ini, belum ada jadwal rapat lintas kementerian tersebut.
Informasi saja, semburan lumpur Lapindo terjadi mulai 29 Mei 2006. Berarti, sudah 12 tahun kejadian lumpur panas tersebut belum terselesaikan secara menyeluruh.
Awal peristiwa ini terjadi, volume semburan lumpur Lapindo mencapai 100.000–150.000 meter kubik per hari atau 12.500 truk tangki sehari. Pusat semburan sekitar 150–200 meter dari sumur pengeboran 1 di Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
Total korban lumpur Lapindo di dalam peta (yang rumahnya sudah tenggelam oleh lumpur) dan di luar peta (yang belum tenggelam) sebanyak 90.000 jiwa. Mereka berasal dari 19 desa terdampak yang ada di Kecamatan Tanggulangin, Jabon, Porong.
Semburan lumpur Lapindo tidak hanya merugikan ekonomi, juga sosial. Seluruh wilayah yang tenggelam oleh lumpur menyebabkan penghuninya tercerai berai.
Secara ekonomi, penghasilan warga pun hilang karena putusnya mata pencaharian. Warga sempat mendapatkan sumber mata pencaharian baru lantaran kawasan lumpur Lapindo jadi tujuan wisata. Tapi dua tahun terakhir, pengunjung sudah sepi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News