Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berbagai insentif terus dikucurkan oleh pemerintah untuk membuat sektor properti lebih bergairah. Namun, siklus kelesuan sektor properti, terutama untuk tujuan investasi, tampaknya masih belum akan berakhir tahun depan. Sebab, tren suku bunga yang masih tinggi dan potensi likuiditas yang kian mengetat.
Ekonom Bank Central Asia David Sumual mengatakan, risiko global di tahun depan masih cenderung tinggi. Tambah lagi, kebijakan terkait suku bunga acuan masih dalam tren peningkatan.
"Melihat kondisi makro sekarang, properti yang terkait dengan investasi kelihatannya masih akan stagnan tahun depan," ujar dia.
Managing Director Sinar Mas Land Donny Rahayu mengamini, bahwa segmen properti menengah ke atas menjadi yang paling lesu dalam beberapa tahun terakhir. "Terutama segmen perkantoran di mana banyak pelaku yang sampai banting harga memberi harga sewa Rp 150.000 per meter. Ukuran Jakarta, itu murah sekali," tutur Donny.
Sementara, David tak memungkiri banyaknya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mendorong sektor properti. Misalnya, relaksasi pembayaran uang muka (Loan to Value) oleh Bank Indonesia, serta paket kebijakan kredit perumahan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hanya saja, saat ini diperlukan dorongan kebijakan yang lebih dari sisi fiskal, terutama terkait perpajakan. "Selain itu juga dari sisi pemerintah daerah karena di situ masih banyak hambatan terutama terkait perizinan, pungutan-pungutan juga banyak. Perlu dilakukan deregulasi," terang David.
Sebagai pelaku industri, Donny berpendapat strategi yang bisa dilakukan saat ini adalah memastikan relevansi produk yang ditawarkan dengan pasar. Di antaranya, membuat produk rumah hunian untuk pemilik rumah pertama dan produk bangunan berkonsep ramah lingkungan (green-building) yang makin banyak diminati di perkotaan.
"Rumah minimalis konsep perkotaan dan bangunan ramah lingkungan merupakan pasar yang perlu lebih kita eksplore karena potensinya masih cukup besar," ujar Donny.
Senada, David menuturkan saat ini masih ada selisih pasokan dan permintaan rumah (backlog) berkisar 13 juta unit. Artinya, "potensi pasar properti hunian untuk kelas menengah ke bawah masih cukup besar," tandas David.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News