Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Menteri Kelautan dan Perikanan digugat salah seorang Pengawai Negeri Sipil (PNS) bernama Muhakam Muhammadiyah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Muhakam menggugat keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan yang mengeluarkan putusan nomor Kep10/SJKP.821/IX/tanggal 24 September 2013 tentang keputusan pemberhentian tidak hormat sebagai PNS kepada Muhakam dengan NIP 19690624 199003 1 005 pangkat golongan/ruang penata Muda Tk. I, III/b.
Jabatan terakhir Muhakam ketika diberhentikan sebagai pengawas perikanan penyelia pada stasiun pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, Belawan.
Kuasa hukum Muhakam Latu Suryono dan Antony Pranata Simanihuruk dalam berkas gugatan yang didaftarkan pada 17 Desember 2013 dengan nomor perkara 223/PTUN tersebut mengatakan, kliennya dipecat hanya karena kesalahpahaman terkait korupsi sebesar Rp 200.000 yang dilakukan Muhakam.
Sengketa itu pun telah diputus di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungbalai Sumatera Uara, dengan nomor 20/Pid.B/2009/PN-TB pada tanggal 29 Juni 2009.
Putusannya menghukum satu tahun tiga bulan penjara serta denda sebesar Rp 50 juta. Namun Muhakam mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Sumatera Utara. Putusan banding meringankan hukuman Muhakam menjadi lima bulan dan denda Rp 5 juta.
Atas putusan tersebut, Muhakam mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, MA menolak kasasi Muhakam dan menguatkan putusan pengadilan tinggi Sumatera Utara.
Meskipun belum menjalani hukuman hingga saat ini, namun nasib Muhakam telah diputus lewat surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep10/SJKP.821/IX/tanggal 24 September 2013. Isi Permen tersebut: memecat Muhakam sebagai PNS.
Tapi, pertimbangan dalam surat keputusan Menteri Kelautan dan perikanan dinilai Muhakam tidak tepat. Soalnya, dasar pertimbangan Menteri Kelautan dan Perikanan memecat Muhakam adalah putusan PN Tanjungbalai dan bukan putusan kasasi yang menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Tanjungbalai.
"Pertimbangan itu sangat merugikan nama baik klien kami, dimana klien kami hanya diputus hukuman lima bulan dan denda Rp 5 juta dan bukan satu tahun penjara dan denda Rp 50 juta. Sehingga, sewajarnya penggugat memohon kepada ketua PTUN untuk membatalkan putusan tersebut," ujar Antony.
Karena itu, Antony memohon kepada PTUN untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa ini berdasarkan hukum, keadilan dan kebenaran. Yakn,i mengabulkan gugatan kliennya dan menyatakan batal atau tidak sah putusan menteri kelautan dan memerintahkan menteri kelautan mencabut surat keputusan tersebut.
Sengketa ini sekarang tengah memasuki pembuktian dan saksi di PTUN. Terkait putusan ini, KONTAN sudah menghubungi Hardi, Humas Departemen Kelautan dan Perikanan namun belum direspons.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News