Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memprediksi rasio pajak tahun ini hanya akan kisaran 10% dari produk domestik bruto (PDB). Rasio pajak tersebut tak jauh beda dengan kondisi pada 2024 yang mencapai 10,08% dari PDB.
Ia menjelaskan bahwa kebijakan stimulus yang dipimpinnya baru berjalan satu bulan. Menurutnya, dampak perubahan tersebut terhadap rasio pajak kemungkinan baru akan terlihat secara penuh pada kuartal IV 2025.
“Dan jika naik pun (rasio pajak) akan sedikit,” tutur Purbaya kepada awak media, Rabu (15/10/2025).
Meki demikian, Purbaya optimistis rasio pajak tahun depan bisa tumbuh lebih tinggi minimal 0,5% dari tahun ini.
Baca Juga: Menkeu Purbaya: Dividen BUMN Cukup Buat Bayar Angsuran Utang Kereta Cepat
Ia menyebut, efisiensi anggaran yang akan dilakukannya kedepan, diperkirakan menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya rasio pajak.
Sayangnya, Purbaya enggan menyebutkan target rasio pajak pada 2026 mendatang.
“(11%?) kita lanjut ke arah sana,” tandasnya.
Sebelumnya, Purbaya memang menginginkan rasio pajak bisa meningkat ke level 12% pada 2026, sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat basis penerimaan nasional, dan kemandirian fiskal.
Purbaya bahkan menyiapkan skema penghargaan (reward) bagi pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bila target ambisius tersebut berhasil tercapai.
“Sekarang kan tax ratio sekitar 10% ya, kalau bisa masuk 12% (rasio tax) dalam waktu setahun nanti kita akan kasih insentif ke mereka. Supaya fair treatment, ada hukuman, ada juga reward kalau mereka bekerja dengan baik,” kata Purbaya, Jumat (10/10/2025).
Di sisi lain, Purbaya juga masih berhati-hati menyiapkan langkah dalam mengatasi shadow economy dan akan fokus pada upaya memperkuat pelacakan dan pencatatan ekonomi nasional terlebih dahulu. Ia tidak percaya dengan banyaknya estimasi mengenai potensi shadow economy yang beredar di publik kerap tidak akurat.
Meski demikian, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengakui, tantangan di tahun 2026 tidak ringan. Ketidakpastian global, fluktuasi harga komoditas, dan pergeseran ekonomi ke arah digital menjadi faktor yang memengaruhi penerimaan pajak.
"Ketidakpastian tadi menyebabkan harga komoditas fluktuatif, maka penerimaan pajak juga pasti fluktuatif. Begitu juga pergeseran dari Struktur perpajakan yang konvensional ke digital, ini belum belum sepenuhnya mampu diakomodir di sistem perpajakan kita,” jelasnya.
Untuk mencapai target penerimaan pajak dalam APBN 2026, pemerintah sudah menyiapkan strategi menyeluruh. Mulai dari perluasan basis perpajakan, peningkatan kepatuhan wajib pajak, hingga reformasi administrasi perpajakan melalui sistem Coretax yang akan diimplementasikan penuh tahun depan.
Belum lagi terkait dengan penyesuaian terhadap kebijakan pajak global, seperti penerapan pajak minimum global sebesar 15% bagi perusahaan multinasional dengan pendapatan global tahunan di atas € 750 juta, sesuai dengan ketentuan Pilar 2 dari kesepakatan pajak internasional.
“Yang 15% itu minimal dulu, sebelum kita mencapai cita-cita besar yang diamanahkan Presiden,” kata Yon.
Baca Juga: Purbaya Beberkan Alasan Tolak Bayar Utang Whoosh Pakai APBN
Selanjutnya: Keluarga Prabowo Ekspansi ke Kanada Lewat Arsari Tambang
Menarik Dibaca: Bank Digital Ini Siapkan Layanan Pintar untuk Bantu Atur Keuangan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News