Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Nilai tukar rupiah yang stabil di kisaran Rp 13.300 per dollar AS justru disyukuri oleh Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro. Menurut Bambang, rendahnya nilai tukar ini justru akan menambah surplus anggaran.
Hal tersebut disebabkan saat ini pemerintah sudah tidak memberi subsidi pada bahan bakar minyak (BBM). Sebagaimana diketahui, lebih dari separuh kebutuhan BBM domestik didatangkan dari impor.
Rendahnya nilai tukar rupiah bisa berbahaya bagi defisit anggaran jika BBM-nya masih banyak mendapatkan subsidi dari APBN. “Tahun ini karena subsidi BBM-nya sudah tidak ada, kalau ada pelemahan rupiah kita tidak mengalami pelebaran defisit. Malah surplusnya tambah,” kata Bambang dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (3/7).
Bambang menjelaskan, surplus anggaran tersebut berasal dari tambahan penerimaan seperti ekspor minyak dan gas bumi serta pertambangan. Ekspor komoditas tersebut dilakukan dalam bentuk dollar AS. Memang, bunga utang pemerintah akan meningkat.
Namun dia memastikan bahwa peningkatan penerimaan dari sektor migas dan pertambangan akan lebih besar dari peningkatan bunga utang pemerintah yang harus dibayar. “Jadi ujungnya di budget, surplus. Saya tidak bisa mengarang karena ini data. Dolar melemah justru surplus di anggaran bertambah,” kata Bambang.
Namun demikian, dia tidak menyebut berapa surplus anggaran yang diperoleh dari pelemahan rupiah. Dampak pelemahan rupiah terhadap APBN tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Tahun lalu ketika pemerintah masih mengalokasikan subsidi sebesar Rp 250 triliun untuk BBM, pelemahan rupiah sangat beresiko pada pelebaran defisit anggaran.
“Kenapa? Karena BBM kan impor. Makin lama subsidinya makin besar. Sehingga kalau ada pelemahan rupiah, APBN kita defisitnya nambah,” pungkas Bambang. (Estu Suryowati)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News