kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menilik tantangan dan kendala simplifikasi tarif cukai tembakau


Jumat, 23 Juli 2021 / 11:08 WIB
Menilik tantangan dan kendala simplifikasi tarif cukai tembakau
ILUSTRASI. Buruh linting rokok. ANTARA FOTO/Irfan Anshori/foc.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 berdampak sangat signifikan bagi kondisi perekonomian di berbagai negara, tak terkecuali Indonesia. Kondisi inipun menjadi perhatian khusus dari organisasi internasional termasuk The World Bank atau Bank Dunia. 

Dalam Laporan yang dirilis Juni 2021, Bank Dunia merekomendasi sejumlah langkah reformasi kebijakan fiskal, salah satu di antaranya terkait penyederhanaan atau simplifikasi struktur tarif cukai tembakau.

“Simplifikasi tarif cukai akan mengurangi konsumsi tembakau dan meningkatkan penerimaan negara,” ujar Vid Adrison, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia dalam keterangan resmi, Jumat (23/7).

Sayangnya, di Indonesia sistem cukainya masih sangat kompleks karena penetapan tarif dari satu rokok tertentu tergantung pada empat komponen, yakni golongan produksi, teknik produksi, jenis rokok, dan harga.

Kompleksnya sistem cukai tembakau di Indonesia, menurut Vid, menjadi pangkal penyebab tujuan cukai untuk tembakau menjadi tidak optimal. Sistem cukai yang kompleks ini juga menyebabkan adanya praktik Tax Avoidance atau penghindaran pajak yang bersifat legal karena ada celah hukum yang dimanfaatkan.

Baca Juga: Tolak simplifikasi cukai, GAPPRI harap Jokowi pertimbangkan dampak bagi IHT

Agar efektif, Vid merekomendasikan simplifikasi tarif cukai tembakau dilakukan secara jelas dan konsistensi. Kejelasan dan konsistensi ini penting mengingat roadmap penyederhanaan yang sebelumnya telah dicanangkan Pemerintah akhirnya dibatalkan.

“Padahal, di tahun 2017 ada PMK (Peraturan Menteri Keuangan) tentang simplifikasi bahwa tahun 2019 sekian (kenaikannya), 2020 sekian, dan seterusnya. Somehow, 2019 tidak jadi, jadi dianulir,” paparnya.

Herni Ramdlaningrum, Program Manager The Prakarsa, menyatakan menyederhanakan struktur tarif cukai tembakau saat ini merupakan salah satu langkah tepat untuk pengendalian konsumsi tembakau. Simplifikasi akan membuat perbedaan harga rokok yang ada di pasaran menjadi berkurang sehingga peredaran rokok murah dapat ditekan.

“Menyederhanakan tarif itu menyederhanakan ketersediaan harga agar tidak terlalu banyak bagi konsumen,” ujar Herni.

Sementara itu, Rafendi Djamin, Senior Advisor Human Rights Working Group, menegaskan pengendalian konsumsi tembakau merupakan tanggung jawab negara yang merupakan bagian dari pemenuhan hak atas kesehatan warga negara. Hal ini, lanjutnya, harus dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Indonesia dalam forum-forum internasional di sektor HAM.

Dia menjelaskan, ada tiga unsur hak asasi manusia yang tidak terpenuhi akibat kebijakan cukai yang tidak ideal seperti struktur tarif cukai yang kompleks. Pertama adalah unsur menghargai yang termasuk di dalamnya terkait konteks pengendalian tembakau. Kedua adalah melindungi, yang diartikan sebagai bentuk dan langkah kebijakan serta penegakannya. Selanjutnya adalah unsur memenuhi, yang menyangkut akses pelayanan kesehatan.

Febri Pangestu, Analis Kebijakan pada Pusat Kebijakan Pendapat Negara, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, mengakui bahwa kompleksitas sistem cukai memberikan alternatif pada konsumen untuk beralih pada rokok yang lebih murah.

"Kalau struktur tarif cukai banyak tier, memang akan memberi alternatif bagi konsumen untuk switching atau down trading, untuk berpindah ke tier yang lebih murah. Di 2 tahun terakhir, memang ada kecenderungan seperti itu."

Disinggung mengenai waktu Pemerintah akan melaksanakan simplifikasi, Febri menyatakan harapan agar hal tersebut segera terlaksana.

“Ya semoga lekas dilaksanakan. Bahwa kami (Kemenkeu) mengakui membagi berbagai kriteria (layer sistem cukai), mungkin hanya Indonesia saja yang melakukan di seluruh dunia. Negara lain tidak ada. WHO juga sering menyinggung. Dan terkait penghindaran pajak, Kemenkeu berusaha memperhatikan impact di industrinya seperti apa supaya tidak menimbulkan gejolak dari sisi produsennya yang layer layer bawah," ujar Febri.

Selanjutnya: Masyarakat global dorong struktur cukai rokok disederhanakan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×