Reporter: Selvi Mayasari, Vendy Yhulia Susanto | Editor: Syamsul Azhar
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 25 miliar rupiah, dan setinggi-tingginya Rp 100 miliar rupiah, atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya enam bulan.
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 5 miliar rupiah dan setinggi-tingginya Rp 25 miliar rupiah, atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
Menanggapi putusan Majelis KPPU itu, Kuasa Hukum Grab Indonesia, Anthony Djono menuding jalannya persidangan di KPPU tidak fair. Ia menyebut, Grab akan mengajukan keberatan.
Merujuk pasal 44 UU Nomor 5 tahun 1999, disebutkan, Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.
Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dianggap menerima putusan KPPU.
Selain itu, Kuasa Hukum PT Grab Teknologi Indonesia (Grab Indonesia) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) Hotman Paris Hutapea juga langsung memberikan tanggapannya sehubungan dengan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor 13/KPPU-I/2019 pada (02/7).
KPPU memutus bersalah PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab Indonesia) (terlapor I) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) (terlapor 2) terkait dugaan diskriminasi mitra pengemudi.
"Bahwa putusan KPPU tersebut merupakan preseden buruk bagi citra dunia usaha Indonesia di mata Internasional. Di saat Presiden Joko Widodo sedang bekerja keras untuk membujuk investor asing agar berinvestasi di Indonesia, KPPU justru menghukum investor asing (Grab dan TPI) yang telah menanamkan modal besar di Indonesia dan yang telah membuka lapangan pekerjaan yang luas dengan pertimbangan-pertimbangan yang tidak sesuai dengan fakta persidangan," kata Hotman dalam siaran resmi yang diterima Kontan.co.id, Kamis (02/7).
Hotman menjelaskan, seluruh koperasi mitra Grab yang merupakan pesaing TPI di bawah sumpah di depan persidangan telah menerangkan bahwa mereka tidak pernah merasa terdiskriminasi dengan hadirnya TPI.
Namun KPPU tetap memaksakan untuk menyatakan Grab telah melakukan diskriminasi terhadap koperasi-koperasi tersebut tanpa dasar pertimbangan hukum yang jelas.
"Mohon perhatian dan pengawasan Presiden Joko Widodo terhadap lembaga KPPU. Investor asing akan kehilangan minat untuk menanamkan modalnya di Indonesia, apabila masih terdapat lembaga yang menghukum Investor Asing tanpa dasar pertimbangan hukum yang jelas dan tidak sesuai dengan temuan fakta hukum persidangan, dengan denda yang jumlahnya fantastis," jelas Hotman
Mengutip pendapat Ekonom Senior Faisal Basri yang juga merupakan saksi Ahli dalam persidangan KPPU tersebut, hadirnya teknologi aplikasi Grab dan TPI telah terbukti membawa keuntungan yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia, khususnya terbukanya lapangan pekerjaan yang luas bagi para mitra pengemudi dan biaya transportasi menjadi semakin terjangkau.
"Anehnya, perusahaan yang memberi dampak positif bagi perekonomian Indonesia justru dihukum dengan nilai denda fantastis tanpa mempertimbangkan hukum yang jelas, apalagi hukum denda fantastis tersebut dijatuhkan pada situasi pandemi covid-19, dimana Grab dan TPI merupakan perusahaan yang sangat terdampak akibat kebijakan PSBB yang diterapkan pemerintah RI," kata Hotman Paris.
Atas putusan KPPU tersebut, Grab dan TPI akan segera menempuh upaya hukum dengan mengajukan permohonan keberatan ke Pengadilan Negeri dalam jangka waktu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News