Reporter: Selvi Mayasari, Vendy Yhulia Susanto | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutus bersalah PT Solusi Transportasi Indonesia alias Grab Indonesia sebagai terlapor I dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) sebagai terlapor 2 dalam kasus dugaan diskriminasi mitra pengemudi.
Majelis KPPU menghukum Grab Indonesia dengan denda total Rp 30 miliar, sedangkan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia dihukum dengan denda total Rp 19 miliar. Artinya dalam kasus diskriminasi terhadap mitra pengemudi Grab ini, KPPU menghukum dua pihak dengan total Rp 49 miliar.
"Menyatakan bahwa terlapor 1 dan terlapor 2 terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 14 UU nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," kata Ketua Majelis Komisi Dinni Melanie saat membacakan putusan, Kamis (2/7).
Tidak hanya itu, Majelis KPPU juga menyatakan Grab dan TPI juga bersalah melanggar ketentuan pasal 19 huruf (d) karena melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
"Menyatakan bahwa terlapor 1 dan terlapor 2 terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 19 huruf d, UU nomor 5 tahun 1999," ujar Dinni.
Atas pelanggaran pasal 14 tersebut, KPPU mengenakan hukuman kepada Grab dengan denda sebesar Rp 7,5 miliar dan PT TPI sebesar Rp 4 miliar.
Kemudian, atas pelanggaran pasal 19 huruf d, KPPU menghukum Grab dengan denda sebesar Rp 22,5 miliar dan TPI sebesar Rp 15 miliar.
Artinya, total denda yang dikenakan terhadap Grab Indonesia sebesar Rp 30 miliar. Sementara total denda yang dikenakan TPI sebesar Rp 19 miliar.
Sebaga informasi, dalam kasus dugaan diskriminasi mitra pengemudi Grab ini, KPPU menuduh dua pelaku usaha dengan tiga pasal.
Pertama. Pasal 14 UU Nomor 5 Tahun 1999 berbunyi; “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.” Pasal ini terbukti dalam persidangan oleh Majelis KPPU.
Kedua, melangar Pasal 19 huruf d UU Nomor 5 Tahun 1999 berbunyi; “Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa: (d) melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.” Pasal ini juga terbukti dalam persidangan oleh Majelis KPPU.
Ketiga Pasal 15 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1999 berbunyi; “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.” Untuk pasal ini Majelis KKPU menyatakan Grab Indonesia maupun PT TPI tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap pasal ini.
Ancaman sanksi administrasi atas pelanggaran pasal-pasal tersebut diantaranya adalah pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1 miliar rupiah dan setinggi-tingginya Rp 25 miliar rupiah.
SELANJUTNYA>>>
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 25 miliar rupiah, dan setinggi-tingginya Rp 100 miliar rupiah, atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya enam bulan.
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 5 miliar rupiah dan setinggi-tingginya Rp 25 miliar rupiah, atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
Menanggapi putusan Majelis KPPU itu, Kuasa Hukum Grab Indonesia, Anthony Djono menuding jalannya persidangan di KPPU tidak fair. Ia menyebut, Grab akan mengajukan keberatan.
Merujuk pasal 44 UU Nomor 5 tahun 1999, disebutkan, Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.
Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dianggap menerima putusan KPPU.
Selain itu, Kuasa Hukum PT Grab Teknologi Indonesia (Grab Indonesia) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) Hotman Paris Hutapea juga langsung memberikan tanggapannya sehubungan dengan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor 13/KPPU-I/2019 pada (02/7).
KPPU memutus bersalah PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab Indonesia) (terlapor I) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) (terlapor 2) terkait dugaan diskriminasi mitra pengemudi.
"Bahwa putusan KPPU tersebut merupakan preseden buruk bagi citra dunia usaha Indonesia di mata Internasional. Di saat Presiden Joko Widodo sedang bekerja keras untuk membujuk investor asing agar berinvestasi di Indonesia, KPPU justru menghukum investor asing (Grab dan TPI) yang telah menanamkan modal besar di Indonesia dan yang telah membuka lapangan pekerjaan yang luas dengan pertimbangan-pertimbangan yang tidak sesuai dengan fakta persidangan," kata Hotman dalam siaran resmi yang diterima Kontan.co.id, Kamis (02/7).
Hotman menjelaskan, seluruh koperasi mitra Grab yang merupakan pesaing TPI di bawah sumpah di depan persidangan telah menerangkan bahwa mereka tidak pernah merasa terdiskriminasi dengan hadirnya TPI.
Namun KPPU tetap memaksakan untuk menyatakan Grab telah melakukan diskriminasi terhadap koperasi-koperasi tersebut tanpa dasar pertimbangan hukum yang jelas.
"Mohon perhatian dan pengawasan Presiden Joko Widodo terhadap lembaga KPPU. Investor asing akan kehilangan minat untuk menanamkan modalnya di Indonesia, apabila masih terdapat lembaga yang menghukum Investor Asing tanpa dasar pertimbangan hukum yang jelas dan tidak sesuai dengan temuan fakta hukum persidangan, dengan denda yang jumlahnya fantastis," jelas Hotman
Mengutip pendapat Ekonom Senior Faisal Basri yang juga merupakan saksi Ahli dalam persidangan KPPU tersebut, hadirnya teknologi aplikasi Grab dan TPI telah terbukti membawa keuntungan yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia, khususnya terbukanya lapangan pekerjaan yang luas bagi para mitra pengemudi dan biaya transportasi menjadi semakin terjangkau.
"Anehnya, perusahaan yang memberi dampak positif bagi perekonomian Indonesia justru dihukum dengan nilai denda fantastis tanpa mempertimbangkan hukum yang jelas, apalagi hukum denda fantastis tersebut dijatuhkan pada situasi pandemi covid-19, dimana Grab dan TPI merupakan perusahaan yang sangat terdampak akibat kebijakan PSBB yang diterapkan pemerintah RI," kata Hotman Paris.
Atas putusan KPPU tersebut, Grab dan TPI akan segera menempuh upaya hukum dengan mengajukan permohonan keberatan ke Pengadilan Negeri dalam jangka waktu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News