Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mendukung kebijakan pemerintah yang merevisi aturan tentang tata cara dan persyaratan pembayaran program Jaminan Hari Tua (JHT). Hal ini untuk memberikan perlindungan hari tua bagi penerima manfaat JHT tersebut.
Anggota DJSN Muttaqien mengatakan, proyeksi Bank Dunia menunjukkan bahwa Indonesia akan memasuki era populasi menua (ageing population) mulai tahun 2030. Yakni jumlah penduduk usia tua mulai mengalami peningkatan.
Sedangkan, penduduk usia anak dan usia angkatan kerja mulai mengalami penurunan sehingga rasio ketergantungan penduduk usia tua akan mengalami peningkatan pula. Selain itu, kondisi saat ini juga memperlihatkan bahwa mayoritas angka kemiskinan pada masyarakat Indonesia berada pada usia lanjut.
“Karenanya, kebutuhan akan perlindungan hari tua, baik melalui program JHT maupun program jaminan pensiun menjadi sangat penting dan mendesak. Pemerintah perlu membuat dan menetapkan kebijakan yang mengembalikan program JHT sesuai dengan fungsinya sebagaimana diamanatkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN,” ujar Muttaqien saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (15/2).
Baca Juga: Kemnaker Sebut JHT Bisa Dicairkan Sebagian Sebelum Usia 56 Tahun, Ini Caranya
Muttaqien menerangkan, dengan berlakunya program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) memberikan perlindungan sosial yang komprehensif bagi pekerja, termasuk memberikan perlindungan bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sebab itu, pemerintah memandang perlu mengembalikan program JHT sesuai dengan fungsinya sebagaimana diamanatkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan menerbitkan Permenaker No. 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT. Permen ini mencabut dan menggantikan Permenaker No. 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT.
Dalam Permenaker tersebut, pekerja yang mengalami PHK atau mengundurkan diri dapat mengajukan klaim manfaat JHT yang pembayarannya diberikan pada saat peserta memasuki usia 56 tahun.
“Kebijakan ini merupakan upaya pemerintah agar program JHT dikembalikan sesuai dengan fungsinya, mengingat sudah ada program JKP yang memberikan 3 jenis manfaat,” ucap Muttaqien.
Adapun manfaat tersebut antara lain manfaat tunai selama maksimum 6 bulan dengan 45% upah selama 3 bulan pertama dan 25% upah selama 3 bulan berikutnya, manfaat pelatihan kerja, dan manfaat sistem informasi pasar kerja.
Ketentuan itu juga sesuai dengan PP No. 60 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas PP No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT yang mengelompokkan eligibilitas PHK dan mengundurkan diri sebagai bagian dari kategori memasuki usia pensiun untuk mengambil manfaat JHT, yakni 56 tahun.
Muttaqien mengatakan, Permenaker No. 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT memberikan masa transisi hingga 3 bulan sejak peraturan ini diundangkan pada tanggal 4 Februari 2022, sehingga Permenaker No. 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT masih berlaku sampai dengan tanggal 3 Mei 2022.
“Kebijakan ini memberikan masa penyesuaian bagi pekerja menjelang berlakunya ketentuan baru mengenai pembayaran manfaat JHT dan program JKP yang diimplementasikan sejak tanggal 22 Februari 2022,” ucap Muttaqien.
Baca Juga: Kalangan Pengusaha Respons Positif Kebijakan Terbaru Program JHT
Lebih lanjut, Muttaqien menjelaskan, dalam perjalanannya terdapat dinamika kebijakan persyaratan pembayaran manfaat JHT. Ketika BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi menyelenggarakan program JHT pada tanggal 1 Juli 2015, pemerintah memberlakukan kebijakan khusus.
Kebijakan khusus itu yakni memperbolehkan pengajuan klaim manfaat JHT karena alasan berhenti bekerja meliputi PHK atau mengundurkan diri dengan syarat minimal masa tunggu 1 bulan. Ini dikategorikan sebagai bagian dari memasuki usia pensiun melalui penerbitan PP No. 60 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas PP No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT beserta peraturan pelaksanaannya, yaitu Permenaker No. 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT.
Dia menyebut, pemberlakuan kebijakan khusus tersebut dalam rangka merespon tuntutan pekerja yang mengalami PHK masif pada saat itu, karena pemerintah belum memiliki program JKP. “Sehingga kebijakan khusus ini merupakan transisi dalam menyongsong pemberlakuan program JKP,” terang dia.
Baca Juga: JHT Baru Cair pada Usia 56 Tahun, Ini Beberapa Alternatif untuk Mendanai Masa Tua
Muttaqien menyebut, pada implementasinya, mayoritas pembayaran manfaat JHT didominasi alasan mengundurkan diri, usia yang relatif muda, lama kepesertaan yang pendek, dan nominal pembayaran yang rendah. Hal ini berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan.
Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan tahun 2020, alasan pengajuan klaim JHT didominasi oleh alasan mengundurkan diri sebanyak 75,7%, alasan PHK sebesar 19,15% dan usia pensiun sebanyak 2,1%.
Kemudian jika dilihat berdasarkan usia peserta, 45,88% peserta yang melakukan klaim JHT berusia 20 tahun-30 tahun; 28,81% berusia 30 tahun-40 tahun; 14,69% berusia 40 tahun- 50 tahun.
Lalu, jika dilihat dari lama kepesertaan, sebanyak 33,87% yang melakukan klaim JHT merupakan peserta dengan masa kepesertaan 1 tahun-3 tahun; 27,17% dengan masa kepesertaan 5 tahun-10 tahun; 22,28% dengan masa kepesertaan 3 tahun-5 tahun.
Selanjutnya, jika dilihat berdasarkan nominal pembayaran, sebanyak 27,52% yang mengajukan klaim JHT merupakan peserta dengan nominal pembayaran Rp 1 juta – Rp 3,5 juta; 24,62% merupakan peserta dengan nominal pembayaran Rp 5 juta – Rp 10 juta; 12,41% merupakan peserta dengan nominal pembayaran Rp 3,5 juta – Rp 5 juta.
Baca Juga: Menaker Ida Fauziyah Angkat Bicara Soal Pencairan JHT, Begini Penjelasannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News