Reporter: Rella Shaliha | Editor: Test Test
JAKARTA. Tak hanya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang optimis dengan neraca perdagangan kita. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu juga nampak tenang menanggapi defisit neraca perdagangan Juli 2008. Mari terlihat santai lantaran secara keseluruhan angka perdagangan Indonesia sebenarnya masih surplus.
Selain itu, kata Mari, penurunan terbesar ekspor Juli hanya berasal dari satu komoditi, yaitu minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Mari pun menilai penyebab penurunan ekspor CPO pada Juli cukup sepele. "Itu hanya masalah shipment atau distribusi saja,“ kata Mari, di Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (3/9).
Menurut Mari, Departemen Perdagangan (Depdag) saat ini sudah bertemu langsung dengan para eksportir kelapa sawit. Dalam pertemuan itu, Mendag telah menegaskan kepada pengusaha dan eksportir CPO tentang kabar yang berhembus bahwa pemerintah Indonesia dan Malaysia akan mengendalilkan harga CPO, di samping melalui pungutan ekspor (PE). "Kabar itu sama sekali tidak benar," kata Mari. Depdag pun yakin volume ekspor CPO mulai Agustus-September 2008 akan naik lagi.
Soal harga CPO di pasar dunia, Mari mengaku tidak bisa memprediksi, karena sangat terkait dengan harga minyak mentah dunia. Saat ini harga minyak berfluktuasi di angka US$ 110 hingga US$ 120 per barel. “Kalau harga minyak berputar di situ terus, seharusnya harga CPO juga stabil, “ tambah Mari.
Sekadar mengingatkan, Badan Pusat Statistik (BPS) awal pekan ini merilis data terbaru tentang neraca perdagangan Juli 2008. Kali ini neraca perdagangan defisit sebesar US$ 270 juta. Defisit itu terjadi karena nilai impor lebih tinggi, yakni sebesar US$ 12,82 miliar. Sedangkan nilai ekspornya hanya sebesar US$ 12,55 miliar. Meskipun begitu, total angka perdagangan dari Januari hingga Juli masih surplus sebesar US$ 5,15 miliar.
Tetapi Mari lupa, defisit ini telah terjadi dua kali. Sebelumnya, pada April 2008 lalu, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar US$ 530 juta. Penyebabnya, para pengusaha CPO mengerem ekspor untuk menghindari pungutan ekspor yang waktu itu besarnya mencapai 20%.
Kritik terhadap pemerintah atas defisit neraca dagang itu karena pemerintah lupa menggenjot sektor manufaktur dan terlalu mengandalkan sektor komoditas. Maklum, dari dua kali defisit itu, penyebabnya juga karena CPO.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan, pemerintah tidak khawatir dengan minusnya neraca perdagangan. Sebab tingginya impor ke Indonesia, di sisi lain juga bisa menyumbang pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News