Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Mantan Danpuspom ABRI, Mayjen (Purn) Syamsu Djalal, mengatakan, satu-satunya alasan Prabowo Subianto tidak diadili di mahkamah militer karena ketika itu Prabowo berstatus menantu Soeharto, Presiden saat itu. Menurut Syamsu, saat itu yang diadili di mahkamah militer hanya anggota-anggota Kopassus yang ada di level bawah.
"Waktu itu, ada yang bilang, masa menantu presiden diadili," kata Syamsu dalam diskusi 'konsolidasi korban pelanggaran HAM' di Gedung Joang, Jakarta Pusat, Rabu (25/6).
Syamsu menambahkan, pada penanganan kerusuhan 1998, tindakan dari Kopassus saat itu sangat berlebihan untuk menculik para aktivis yang dianggap sebagai dalang kerusuhan. Syamsu melihat saat itu aktivis hanya meluapkan tuntutan kebebasan dari pemerintahan Soeharto yang otoriter.
"Aktivis itu kan hanya hore-hore, turun ke jalan menggelorakan reformasi. Harusnya tidak dilakukan penculikan. Itu sangat berlebihan menurut saya," ucap Syamsu.
Pada masa momentum tahun politik ini, Syamsu berharap semua pihak yang terkait dalam penculikan aktivis 98 harus memberikan keterangan sejelas-jelasnya kepada publik. Ia menyebutkan, mulai dari Pangdam, Pangab, Pangkostrad hingga Panglima ABRI juga ikut bertanggung jawab dalam penuntasan siapa otak dalam penculikan dan pelanggaran HAM yang masih ditutup-tutupi hingga saat ini.
"Mau sampai kapan kesalahan itu ditutupi, apa mau dibawa sampai mati? Kita ini calon mati semuanya," kata Syasmu di hadapan keluarga korban pelanggaran HAM.
Sebelumnya, Syamsu pernah menyebut bahwa Prabowo seharusnya dibawa ke Mahkamah Militer sebagai aktor intelektualis dari kasus penculikan para aktivis pada 1998. Menurut dia, tidak adil jika hanya para prajurit yang diadili di Mahmil, sementara Prabowo selaku Komandan Jenderal Kopassus ketika itu hanya dibawa ke Dewan Kehormatan Perwira (DKP). (Febrian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News