kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Menaker tegaskan rumus UMP menggunakan PP 78/2015


Selasa, 31 Oktober 2017 / 15:16 WIB
Menaker tegaskan rumus UMP menggunakan PP 78/2015


Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Problematika kenaikan upah pekerja menjadi momok yang kerap menimbulkan pro dan kontra. Untuk itu, Kementerian Ketenagakerjaan, menegaskan bahwa skema penghitungan kenaikan upah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No.78 Tahun 2015.

Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dhakiri bilang Surat Edaran Kemnaker tanggal 13 Oktober 2017, dengan Nomor B.337/M.NAKER/PHIJSK-UPAH/X/2017 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2017. Ini menjadi pengingat Gubernur untuk menetapkan Upah Minimum Provinsi. Tak hanya itu, SE tersebut juga sebagai informasi pertumbuhan ekonomi dan inflasi secara year on year (yoy) berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).

"Penetapan upah minimum provinsi menjadi kewenangan gubernur. Untuk menetapkan UMP 2018 harus berdasar pada PP 78 Tentang Pengupahan," kata Hanif, Selasa (31/10).

Dia menjelaskan, memang ada hitungan hasil survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di bawah UMP, seperti di DKI, pemprov DKI Jakarta harus tetap menggunakan skema penghitungan dalam PP No. 78 Tahun 2015.

"Tapi kita kan juga sudah ada aturan yang mempertimbangkan banyak kepentingan. Kepentingan dari pekerja supaya upahnya naik tiap tahun, sudah dikomodir jadi ada kepastian soal kenaikan. Kemudian kepentingan dari dunia usaha kalau kenaikan upah itu harus bisa diperkirakan," tegas dia.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan, Harijanto, mengatakan dunia usaha harus menerima skema penghitungan bersadarkan PP No. 78 Tahun 2015. Karena hal tersebut merupakan win-win solution bagi kedua pihak.

Meski begitu, ia memprediksi akan ada beberapa sektor yang cukup berdampak pada kenaikan UMP di tahun ini. Ia menyebut ritel dan manufaktur padat karya akan menjadi sektor yang cukup terpukul.

"Kita jangan naif berdebat soal upah tinggi tanpa memikirkan. Tapi lapangan kerjanya ada tidak?" kata Harijanto.

Meski begitu, ia melihat kenaikan UMP tidak bisa digeneralisir semua sektor. Menurutnya, upah minimum berdasarkan inflasi saja. Menurutnya, kebijakan kenaikan upah menjadi kesepakatan pemberi kerja dan pekerja.

"Seperti yang ada di Jepang, Singapura, Malaysia, di sana upah bisa turun karena sektornya sedang terpuruk," pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×